Cita Rasa Kuliner Vegetarian
Selamat Datang di Surgawi Vegetarian
Penulis‧Lynn Su Foto‧Lin Min-hsuan Penerjemah‧Maria Sukamto
Agustus 2023
Restoran Vegetarian Yangshin terkenal dengan kudapan dimsum ala Hongkong yang langka, memunculkan keunikan tersendiri di tengah-tengah pasar.
台灣人愛吃,無庸置疑,對於飲食的著墨與戮力,加上歷史文化的多元背景,使得台灣成為遠近馳名的美食大國,在百花齊放的飲食型態中,素食是近年快速崛起的版塊之一。
Tak perlu dipungkiri lagi kalau orang Taiwan mencintai kuliner lezat, kegemaran terhadap kuliner, ditambah dengan latar belakang sejarah multikultur menjadikan Taiwan sebagai surgawi kuliner yang tersohor ke seluruh dunia, kuliner vegan merupakan salah satu di antara sekian banyak makanan lezat, yang mencuat keluar dan berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Menurut hasil penelitian “Populasi Vegan Dunia”, jumlah warga vegan Taiwan sudah melebihi 3 juta orang, menduduki peringkat kedua dunia, keberadaan 6,000-an restoran vegan di Taiwan, telah menciptakan nuansa “ramah vegan”, dan berhasil meraih reputasi tinggi di CNN maupun majalah Inggris “Wanderlust” dan media internasional lainnya.
Kuatnya Bobot Budaya Vegetarian
Pola makan modern kebarat-baratan dapat dikatakan tidak boleh tanpa daging, tetapi di sisi lain, gagasan Vegan yang tidak memakai produk hewan sama sekali yang dicanangkan oleh Inggris sejak tahun 1944, juga telah memengaruhi gelombang aksi vegetarian secara global.
Budaya vegetarian di Taiwan memiliki sejarah yang panjang, menurut seorang periset sejarah Taiwan di Academia Sinica bernama Kaim Ang yang menulis buku “Sejarah Kuliner Taiwan”, berdasarkan referensi penelitian menyimpulkan bahwa vegetarian Taiwan dimulai sudah sejak zaman kolonial Belanda. Jauh sebelum gelombang vegetarisme datang, budaya vegetarian telah mengakar di Taiwan, faktor penyebab utamanya adalah masyarakat Taiwan sejak masa menjelang berakhirnya dinasti Ming dan awal dinasti Qing, kepercayaan Zhai (sebutan sebenarnya adalah kepercayaan Louisme, salah satu sekte ajaran Budha) yang menganjurkan untuk vegetarian telah masuk, kemudian disusul dengan kemunculan kepercayaan Iquandao yang juga menganjurkan untuk tidak makan daging. Hingga kini, populasi vegetarian karena “faktor religius” masih menduduki bagian tertentu dalam masyarakat Taiwan.
Untuk memenuhi kebutuhan kaum vegetarian yang berjumlah besar ini, bermunculan budaya makanan kecil vegetarian aneka ragam di seluruh Taiwan. Sebuah grup kuliner Taiwan di Facebook bernama “Loving.Vegetarian” beranggotakan 220 ribu orang. Ketua grup Huang Sheng-jie memodifikasi setiap kuliner andalan dari setiap daerah Taiwan menjadi kuliner tanpa daging, seperti sup berdaging “xilurou” Yilan diubah menjadi “xilugeng” yang vegan, sama halnya dengan “mi sup masak merah/hung shao mian”, menjadi vegetarian dan bernama “tian xiang mian” di Taoyuan, dan kalau di Hsinchu bernama “shuxiangmian”. Menurut Huang, “Daya tarik hidup vegetarian adalah, kita dapat menggali aneka budaya vegetarian yang berbeda.”
Kudapan Changhua yang terkenal, banyak dalam bentuk vegetarian, misalnya bakwan terbuat dari adonan tepung tapioka dan lauk vegan.
Sejarah perjalanan budaya vegetarian Taiwan sangat panjang dan merasuk dalam kehidupan, sebelum tren gaya hidup vegetarian datang. Terlihat dalam foto ada kulit tahu gulung isi rebung, jamur dan daging vegan.
Kota Vegetarian Buka 24 Jam
Changhua boleh dikata adalah tempat yang terbaik untuk memperlihatkan penetrasi pola makan vegetarian ke dalam kehidupan masyarakat umum. Penulis boga Chen Shu-hua dalam buku berjudul “Catatan Kecil Kuliner Changhua” menceritakan beberapa fakta, dan menuliskan bahwa kuliner vegetarian Changhua ternyata menjadi kuliner nostalgia para warga yang mengadu nasib ke kota lain. Penulis Chen Shu-hua asal Changhua yang sekarang bermukim di daerah Taiwan utara menjelaskan, oleh-oleh yang dibawa dari kampung halamannya adalah bakpao kacang dari kedai vegetarian di Changhua. Meskipun ia bukan vegetarian, tetapi kudapan vegan seperti bakpau isi tumisan rebung, jamur dan daging vegan, selalu dapat melepas rasa rindunya.
Ketika kami mengikuti jejak langkah pelaku budaya Xie Jia-yin, terdapat banyak kedai vegetarian yang tersebar di antara jalan dan gang kecil kota Changhua, keberadaannya dimulai sejak dibangunnya kedai vegetarian dan kuil di zaman Qing, sampai sekarang pun tetap dibuka dengan logo swastika agama Budha di depan.
Aneka sajian selain terdiri dari mi vegetarian (disebut sebagai “mi sayur” oleh orang lokal, selain mayoritas memakai mi kuning, juga bisa digantikan dengan kwetiau atau soun) dimasak dalam sup kulit tahu gulung. Ada pula yang malah mengambil inspirasi dari hidangan pesta seperti belut masak goji, fotiaoqiang, semur jamur yang termasuk kategori hidangan yang memakan waktu dan kehebatan sang juru masak, semua diubah menjadi menu vegetarian. Menghadapi aneka jenis hidangan vegetarian seperti ini, Xie Jia-yin yang hampir setiap minggu sekali menyantap menu vegetarian sudah tidak terpengaruh oleh keanehan seperti itu, ia berujar, “Makanan kecil berdaging, bisa ditemukan versi vegetariannya di Changhua, seperti bakwan, kue talam, bakpao sayur, bacang sayur, nasi kukus, ayam goreng bumbu asin semuanya dalam sajian vegetarian, apalagi depot siap saji vegetarian.”
Depot dengan logo “Swastika” mengartikan vegetarian, tersebar di jalan dan gang-gang di Changhua. Ini membuktikan masyarakat setempat mempunyai kaitan erat dengan budaya vegetarian dan kepercayaan agama.
Kepercayaan tradisional di Changhua sangat marak, banyak dibangun kuil dan kedai vegetarian. Rumah Sembahyang Tanhua yang dibangun di zaman dinasti Qing, karena menggalakkan vegetarian, maka disebut juga sebagai Kedai Vegetarian.
Suatu bukti betapa meratanya kuliner vegetarian di Taiwan.
Dari Vegetarian Hingga Vegan
Sejak 1990, tren vegetarian mengglobal, tetapi alasan hidup tanpa daging sudah berbeda, dari “vegetarian karena religius”, berubah menjadi gaya hidup yang condong pada “vegan demi kesehatan”, “demi pelestarian alam”. Vegan berbaur dengan isu-isu seperti peduli lingkungan, perlindungan satwa, penurunan emisi karbon atau berlandaskan alasan nutrisi sains dan kedokteran, sehingga jumlah populasi vegan secara fleksibel meningkat terus dari tahun ke tahun.
Perubahan seperti ini berbeda dengan standar ketat vegetarian ala agama yang tabu menggunakan 5 jenis bahan sayuran berbau menyengat tertentu yakni panca parivyaya. Karena sudah tidak tabu memakai bawang prei, kucai, bawang putih dan lainnya, maka sudah layak disebut sebagai vegetarian. Semula restoran vegan seolah-olah menciptakan jarak dengan masyarakat awam, tetapi sekarang orang yang bukan veganpun menyukai “sesekali mencoba hidangan menu vegan”.
Bangkitnya tren vegetarian, segera ditanggapi serius oleh industri kuliner Taiwan. Sebagai contoh, toko waralaba yang memadati setiap pelosok di Taiwan, berbondong-bondong menayangkan produk vegetarian andalan masing-masing, sejak 2020 toko waralaba 7-Eleven sukses memasarkan merek produk vegannya “TianSuDiShu”, segera disusul oleh perusahaan lain, seperti FamilyMart bekerja sama dengan restoran vegetarian “Delisoys”, Hi-Life bekerja sama dengan “Easy House Vegetarian Cuisine”, masing-masing toko waralaba menguasai pasar tersendiri. Selain membuat gerai tersendiri, 7-Eleven bahkan membuka toko vegan “TianSuDiShu” dalam toko, dengan jumlah produk di atas 300 macam.
Ketua grup Facebook Loving.vegetarian Huang Sheng-jie, memanfaatkan grup dengan anggota dalam jumlah besar ini untuk menggalakkan menu vegetarian Taiwan.
Pemuka toko waralaba Taiwan 7-Eleven melirik bisnis kuliner vegetarian yang cemerlang, mengorbitkan merek dagangnya “DianSuDiShu”.
Restoran vegetarian bermunculan di mana-mana dengan menu inovatif mendominasi pasar, setiap menu masakan memiliki tempatnya masing-masing. Analisa Huang, “Budaya vegetarian Taiwan sudah dimulai sejak dini, maka jumlah dan keragamannya cukup tinggi.” Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan populasi vegetarian karena agama dan Taiwan yang awalnya memang memiliki teknik memproduksi daging vegan. Saat ini, daging vegan diekstraksi dari protein kacang polong atau kacang hijau, bahan dan proses pembuatannya bahkan lebih baik dari cara tradisional. Kepiawaian teknologi yang dimiliki Taiwan berada di papan atas dunia, pesanan pasar dengan cita rasa dan bentuk apa pun, pasti terpenuhi dan menjadi batu sandar kuat bagi pengelola usaha kuliner.
Pemakan Daging Juga Suka Kuliner Inovasi
Beberapa stereotip kuliner vegetarian seperti tahu rebus bersama sayuran, yang hambar tak bercita rasa, atau sebaliknya sangat berminyak, sangat asin dan memakai daging olahan aneka macam. Pengelola usaha kuliner menyadari hal ini, jika ingin mengekspansi pasar agar menyerap konsumen pemakan daging sebagai langganan, maka tidak cukup hanya “memasarkan makanan vegetarian saja”, melainkan mereka harus banyak berinovasi dalam menu yang disajikan.
Oleh karena itu, menu vegetarian Taiwan yang berasal dari masakan ala Tiongkok sebagai akarnya, kemudian mengintegrasikan semangat inklusif dan inovatif dari budaya imigran baru, secara perlahan menempuh jalan yang berbeda. Restoran vegetarian “Yangshin” adalah salah satu contoh terbaik, lokasinya di kawasan bisnis Taipei, jam makan siang di hari biasa, sebelum pukul 12 siang sudah penuh, langganannya tidak hanya kaum vegetarian, bahkan hampir 50% langganannya adalah kaum pemakan daging.
Restoran Yangshin yang sukses membangun reputasi, selalu dipenuhi pengunjung di siang hari kerja.
Zhan Sheng-lin Kepala Juru Masak restoran vegetarian Yangshin menarik peminat non vegetarian dengan sentuhan kreasi menu inovatif.
Kata-kata yang diucapkan Kepala Juru Masak Yangshin, Zhan Sheng-lin sungguh mengejutkan, “Saya sendiri bukan vegetarian, semua tim di dapur adalah juru masak kuliner non vegetarian.” Tapi justru karena berlatar belakang non vegetarian inilah mereka bisa membuat terobosan dalam tradisi kuliner vegetarian, sebab tidak hanya “asalkan bisa disantap, sudah puas”, melainkan harus memperhatikan juga rancangan resep yang memiliki “cita rasa”.
Bahan Kuliner Non Olahan
Bagaimana menawan lidah kaum pemakan daging dengan menu vegetarian yang sederhana? Zhan Sheng-lin menuturkan bahwa mengingat masakan vegetarian tidak bisa menggunakan bumbu penambah rasa lezat seperti bawang prei dan bawang putih, maka tim dapur mengubahnya dengan meramu racikan minyak sayur sendiri, sebagai contoh minyak seledri, minyak wortel, minyak jamur, semua untuk memperkaya aroma dan cita rasa masakannya, dikombinasi dengan takaran bumbu secara cerdik, jadilah minyak bumbu sedap menggantikan minyak wijen yang dulu selalu dipakai sebagai penyedap satu-satunya.
Zhan Sheng-lin juga menambahkan, masakan vegetarian karena tidak ada daging sebagai primadona, maka yang paling sering ditemukan adalah hidangan osengan cepat dari sayuran dan bahan vegan. Namun untuk menurunkan ketergantungan pada bahan olahan, dan juga harapan untuk memperkaya kelezatannya, menu restoran Yangshin mengandalkan kelihaian tangan juru masak dalam “membungkus”, yang diwujudkan dalam bentuk kudapan vegetarian dimsum ala Hongkong yang jarang ditemukan, untuk kemudian muncul dan menjadi eksklusif di tengah pasar.
Semenjak muncul dalam daftar evaluasi Michelin, restoran Sichuan Vegetarian Serenity berhasil memperoleh rekomendasi Bib Gourmand selama 5 tahun berturut-turut, ternyata mempunyai kiat serupa tapi tak sama dalam dapur boganya. Penanggung jawab restoran Sichuan Vegetarian Serenity yang mengutamakan aroma Sichuan, Tracy Wu, menjadi vegetarian karena faktor agama yang dipeluknya, berawal dari tujuan memanjakan lidah diri sendiri, ia menjatuhkan pilihan pada menu ala Sichuan yang pedas dan harum, perbauran aroma semerbak dari bahan masakan andaliman, bubuk gohiong dan bumbu satay sacha vegan, ditambah lagi dengan keterampilan tangan juru masak, terciptalah menu Vegetarian Sichuan yang merajai dunia kuliner.
Huang Sheng-jie yang sudah berkecimpung dalam industri pangan vegetarian bertahun-tahun, pernah ikut andil dalam perancangan produk vegetarian dari perusahaan waralaba produk makanan, dengan optimis ia beranggapan, keberhasilan merek dagang yang akbar pasti akan membangkitkan perkembangan pasar vegetarian secara menyeluruh, hal ini sudah ditiru oleh beberapa pengelola usaha seperti Starbucks, McDonald dan Pizza Hut, mereka telah memasukkan menu vegetarian dalam daftar menunya. Kuliner vegetarian Taiwan sekarang sangat beragam, dibandingkan dengan masa Huang sebagai mahasiswa sepuluh tahun lalu, selama 4 tahun masa kuliahnya, ia hanya menemukan satu kedai yang menjual menu vegetarian dalam kampus. Para vegetarian hanya bisa berkumpul di depot emperan kecil. Tampaknya lain dulu lain sekarang, karena tidak hanya menguntungkan masyarakat Taiwan, juga membuat wisatawan internasional terkesan sekali, membuat mereka berseru alangkah nikmatnya menu vegetarian di Taiwan!
Restoran Sichuan Vegetarian Serenity yang meraih penghargaan Michelin bertahun-tahun, telah berhasil menarik kunjungan wisatawan dari mancanegara.
Mengandalkan racikan bumbu dan keterampilan boga, masakan vegetarian menjadi sangat lezat.