Halo! Manila Kecil di Taipei
Bukalah Pintu Penghubung ke Filipina
Penulis‧Lynn Su Foto‧Lin Min-hsuan Penerjemah‧Farini Anwar
Agustus 2023
00:00
日光煦暖的早晨,林蔭遮天的中山北路三段,湧現了許多成群結伴的異國臉孔,他們打扮得光潔亮眼,口裡穿插著他加祿語與英語,賣店與攤商兜售著平時不常見的南洋貨品與小吃,氣氛閒適又溫馨。
Suatu pagi dengan pancaran hangat sinar mentari dan pepohonan rindang di jalan Zhongshan South Road section 3, bermunculan kelompok-kelompok wajah asing dengan dandanan cerah berkilau, dari mulut mereka terdengar Bahasa Tagalog dan Inggris, masih ada toko dan stan yang menjajakan produk dan kudapan dari Asia Tenggara yang jarang ditemukan membuat suasana menjadi hangat dan santai.
Ini adalah “Manila Kecil di Taipei”, yang berlokasi di Zhongshan North Road section 3, antara Minzhu East Road, Jalan NongAn dan Jalan Dehui. Objek yang terkenal di kawasan ini seperti Gereja Katolik Santo Christopher, King Wan Wan Shop Mall, juga ada dua toko wara laba besar yaitu EEC dan RJ Supermart, total ada lebih dari seratus toko dan restoran Filipina berkumpul di sini.
Untuk lebih mendalami, kami secara khusus mengundang seorang imigran baru asal Filipina Gen Huang untuk menunjukkan jalan. Gen Huang adalah pendiri media sosial “Hello PhilTai” yang datang dan tinggal di Taiwan hampir 16 tahun, ia aktif dalam komunitas Filipina di Taiwan dan cukup akrab dengan jalan-jalan di Manila Kecil.
Menilik Orang Filipina di Taiwan Dari Stasiun Yuanshan
Guna membantu kami mengenal Manila Kecil dari sudut pandang orang Filipina, Gen Huang dan kami bertemu di sekitar stasiun MRT Yuanshan. Gen Huang menjelaskan bahwa tempat ini memiliki banyak makna bagi orang Filipina yang berada di Taiwan.
“Orang Filipina di Taiwan dapat dibagi menjadi beberapa kategori besar, ada yang sebagai turis, pekerja migran, pekerja profesional kerah putih, juga ada Tionghoa Perantau atau imigran baru Filipina yang menikah dengan warga Taiwan, serta orang Filipina yang menikah dengan Tionghoa Perantau Filipina dan lainnya” demikian penjelasannya.
Stasiun MRT Yuanshan adalah tempat berkumpulnya orang Filipina sebelum menuju ke Manila Kecil, juga menjadi tempat simpangan transportasi bagi wisatawan Filipina yang datang ke Taiwan untuk menuju ke Grand Hotel.
Kami perlahan-lahan bergerak dari stasiun MRT, memasuki Taman Expo Flora yang padat dengan orang, di tengah taman terdapat pujasera “Maji Maji”, yang bahkan sempat menjual hidangan Filipina. Di sisi lainnya “Butterfly Pavilion”, yang pernah dikunjungi mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada tahun 2016, sehingga menjadi terkenal di komunitas orang Filipina, selain itu ruang terbuka yang dapat menjadi tempat berteduh dari teriknya sinar matahari dan siraman air hujan, menjadikannya sebagai tempat berkumpul untuk berpiknik, berlatih menari dan tempat bersinggah bagi orang Filipina.
Arus manusia di Manila Kecil pada akhir pekan bernuansa khas Asia Tenggara
Gen Huang yang datang dan hidup di Taiwan hampir 16 tahun aktif dalam media sosial. Di sebuah restoran Filipina dia berbagi es campur “Halo-halo” yang merupakan salah satu makanan kecil terkenal di Filipina
Gen Huang menunjuk restoran Hai Pa Wang yang berada di samping Butterfly Pavilion, “Ini juga menjadi pilihan utama dari kebanyakan Tionghoa Perantau Filipina untuk melangsungkan pesta pernikahannya!” tutur Gen Huang yang pernah menjadi master ceremony pesta pernikahan.
Kembali ke Benak Sanubari Pelancong
Sampailah kami di pusat keramaian ── Gereja St. Christopher yang posisinya di seberang Universitas Datong. Sebagai pusat religious orang Filipina di Taiwan, sebutan “Santo Christopher” tidak saja sebagai nama tetapi juga realita. Mengapa dikatakan demikian? Kebanyakan agama dan kepercayaan pasti memiliki sosok suci pelindung para pelancong, dalam kepercayaan masyarakat Taiwan yang terkenal adalah Dewi Mazu, sedangkan dalam penganut Katolik “Santo Christopher” sebagai santo pelindung para pelancong.
Menilik dari gereja-gereja Katolik yang ada di pelosok Taiwan, hanya Gereja Katolik Santo Christopher yang menyelenggarakan banyak misa. Setiap hari Minggu dari mulai dari pukul 9 pagi hingga pukul 6 sore, dari satu misa ke misa berikutnya hanya berselang satu setengah jam, terdapat 10 orang Imam Katolik (Romo) yang tinggal di gereja ini terdapat pula Romo yang berasal dari Filipina, Vietnam dan Indonesia, maka dari itu, selain ada misa dalam Bahasa Inggris, juga menyediakan misa dalam Bahasa Tagalog (salah satu bahasa utama di Filipina), Bahasa Vietnam dan bahasa-bahasa lainnya.
Ini yang juga membuat perputaran orang dalam gereja Katolik tidak terhenti di setiap hari Minggu, selain orang Filipina juga tidak sedikit terlihat wajah-wajah barat. Sekretaris Gereja Katolik Santo Christopher, Gemma P. Huang mengatakan, “Karena banyaknya misa yang diselenggarakan, maka bagi pekerja migran dan pelancong yang merasa waktu sangat berharga, akan merasa praktis sekali.” Berdasarkan hasil pendataan, lebih dari 3 ribu orang penganut yang datang dalam satu harian pada hari Minggu, “Terutama pada minggu pertama dan kedua setiap bulannya, di mana baru mendapatkan gaji, jumlah orang yang datang paling banyak, karena banyak pekerja migran yang harus mampir ke toko-toko yang ada di sekitar sini untuk mengirimkan uang, dan sekalian ke gereja, bahkan meski bukan penganut agama Katolik juga datang untuk menemani sahabatnya.” demikian pengamatan dari Gemma P. Huang.
Meskipun tidak mengikuti misa, di luar gereja juga ada tempat sembahyang yang terbuka 24 jam, sehingga umat dapat dengan bebas dan kapan saja menyalakan lilin yang disediakan dan memanjatkan doa permohonan berkat.
Kotak pengiriman barang yang sarat dengan cinta kasih dan jerih payah
Perusahaan Kargo dan EEC serta toko lainnya menyediakan layanan pengiriman barang ke Filipina. Barang-barang yang dikirim harus dikemas dalam kotak kardus dengan ukuran yang ditentukan, ukuran paling besar dapat memuat barang sekitar satu orang dewasa, dan harga yang murah serta serempak diberikan paling tinggi tidak lebih dari NT$5.000. karena ukuran yang begitu besar sehingga toko juga menyediakan layanan penitipan atau pengambilan barang. Pekerja migran dapat memanfaatkan waktu liburnya untuk membeli pakaian, cokelat, mainan dan hadiah lainnya, setelah terisi penuh baru dikemas untuk dikirimkan ke kerabat keluarga yang ada di Filipina. Karena kotak kardus berisikan barang-barang hasil jerih payah dan cinta kasih dari tanah rantau, maka orang Filipina menyebutkan sebagai “Kotak suci” (Holy box).
Patung-patung orang suci Katolik di meja sembahyang memiliki makna yang berbeda
Tempat sembahyang bagian luar terpajang berbagai patung orang suci. Misalnya patung Black Nazarene (Patung Tuhan Yesus hitam) yang popular di Filipina, Patung Bayi Yesus , Yesus Bangkit, juga ada Patung Bunda Maria dengan jubah biru dan putih.
Musik Hit Filipina!
Berjalan di Manila Kecil, sering terdengar nyanyian. Orang Filipina yang pada dasarnya periang dan lincah, suka menyanyikan lagu saat berkumpul. Selain toko-toko penjual makanan menyediakan ruang karaoke sederhana, Maya Bistro yang pemiliknya adalah orang Filipina bernama Maya juga secara khusus menyediakan peralatan karaoke lengkap dengan lagu-lagu Mandarin, Inggris dan Filipina untuk dipakai bersama teman-teman Taiwan.
Perawat asal Filipina menggunakan ruang kosong di gereja sebagai kelas belajar.
Penganan Filipina, Buatan Tangan
Hidangan makanan Filipina yang sederhana, kebanyakan menggunakan cara dikukus atau dipanggang, jika dibandingkan dengan makanan kecil yang terlihat lebih rumit. Di jalan Manila Kecil kerap terlihat orang Filipina yang menjajakan makanan kecil yang mereka buat di waktu senggang dengan jumlah terbatas. Ray Wang peneliti tumbuhan tropis menjelaskan, warna jingga-merah pada makanan kecil Filipina berasal dari Annatto sedangkan warna ungu dari ubi ungu.
Selain pelayanan keagamaan, gereja Santo Christopher juga membuka dapur dan ruang-ruang lainnya dalam gereja untuk digunakan oleh umatnya. Gemma P. Huang memperkenalkan, penganut dibagi atas 17 kelompok berdasarkan latar belakang dan status mereka, ada pekerja pabrik, perawat, imigran baru, Tionghoa Perantau, bahkan ada orang Vietnam dan lainnya. Naik ke lantai dua ke kapel gereja, terlihat kelompok lainnya tengah belajar di ruang kelas, atau sedang mengadakan pesta ulang tahun temannya. Tidak diragukan lagi, gereja Katolik Santo Christopher telah memberikan perhatian penuh kepada “Orang Asing” dari segi rohani hingga materi.
King Wan Wan Shop Mall, Rumah Orang Filipina
Meninggalkan gereja Santo Christopher, menelusuri Zhongshan north road mengarah ke selatan, dapat ditemukan dua toko wara laba Asia Tenggara yaitu EEC dan RJ Supermart. Di dalamnya menjual produk-produk dan makanan Asia Tenggara yang akrab di mata orang Filipina, atau skala besar produk buah tangan populer, karena lengkapnya produk yang disediakan sehingga toko selalu dipadati orang.
Sedangkan King Wan Wan Shop Mall yang diapit di antara apartemen tempat tinggal dan gedung komersial, Gen Huang menyebut tempat ini “Seperti pulang ke rumah saja”. Dibangun pada era tahun 1970 an, King Wan Wan Shop Mall sempat terkenal sebagai penjual produk impor, pada masa ekonomi melesu dan bangunan dikosongkan begitu saja, sejak awal lokasi ini dibidik oleh Tionghoa Perantau dari Filipina dan mulai membuka usaha kecil-kecilan.
Menginjakkan kaki ke kawasan bisnis berlantai dua, terlihat barang-barang yang dipajang memadati rak-rak, dari yang datar hingga tiga dimensi. Lantai satu lebih dikhususkan untuk produk komunikasi telepon genggam, pakaian, bahkan perhiasan, “Orang Filipina pada umumnya percaya bahwa emas memiliki nilai simpan, jadi mereka juga suka membelinya.” Jelas Gen Huang. Pada lantai dua terdapat restoran prasmanan yang menyajikan masakan Filipina, juga menjual produk makanan jadi, produk makanan, pakaian, mainan dan produk lainnya, tidak sedikit juga salon kecantikan serta lainnya.
Yang paling menarik adalah, karena barang-barang yang dijual di toko-toko hampir serupa satu sama lain, sekilas pandang terlihat sama, memasuki King Wan Wan Mall layaknya seperti memasuki sebuah labirin kecil. Namun orang Filipina yang datang ke sini akan memiliki toko tertentu yang biasanya mereka kunjungi berdasarkan saran dari jaringan internet atau keluarga dan teman, mereka sudah mengenal dan dapat langsung menghampiri tempat favorit mereka, selain menghabiskan uang, yang lebih penting mereka juga mengobrol dengan orang lain dari daerah asalnya sendiri, sehingga ruang tersebut memiliki suasana yang hidup dan ramah. Pada titik ini kami tiba-tiba mengerti apa yang dimaksud Gen Huang ketika dia berbicara tentang King Wan Wan Mall “seperti pulang ke rumah”, karena di sini menjadi tempat yang nyaman bagi orang Filipina.
Semua nama-nama toko terpasang pada tembok King Wan Wan Shop Mall. Bagaimana orang Filipina menentukan pilihan tempat berbelanja? Umumnya mereka akan mempertimbangkan rekomendasi dari media sosial.
Manila Kecil di Taipei, tempat di Taiwan yang paling mendekati budaya Filipina yang menarik. Gambar memperlihatkan kegiatan MassKara Festival di Manila Kecil. (Foto: Jimmy Lin)
Penganut Katolik orang Filipina beribadah di gereja Santo Christopher, mengikuti misa dalam Bahasa Tagalog.