Kebahagiaan di Pagi Hari
Sudah Sarapan Belum?
Penulis‧Cathy Teng Foto‧ Lin Min-hsuan Penerjemah‧Maidin Hindrawan
Februari 2024
Pilihan sarapan di Taiwan sangat banyak dan beragam, bahkan ada sajian besar di pagi hari.
如果你問台灣人「早餐吃什麼?」100個人會給你101種答案,「台式」的乾麵、菜粽、虱目魚粥、米粉湯、清粥小菜,「中式」的燒餅油條、豆漿、飯糰、蛋餅,「西式」的漢堡、三明治、鐵板麵、奶茶等,這幸福的煩惱,讓人一早就陷入選擇的困難。
Jika Anda bertanya kepada 100 orang Taiwan, “Apa yang dimakan untuk sarapan?” mereka akan memberikan 101 jawaban berlainan. Bagaimana dengan sarapan ala Taiwan seperti mi kering, bakcang vegetarian, bubur ikan bandeng, bihun kuah, bubur polos dengan lauk-pauk, shao bing (roti biji wijen) isi cakwe goreng “ala Tionghoa”, susu kedelai, nasi kepal, telur dadar gulung, hamburger “ala Barat”, roti lapis, mi tepanyaki, teh susu dan lainnya. Kebahagiaan yang membingungkan, sungguh membuat orang sulit menentukan pilihannya di pagi hari!
Pada era kolonialisasi Jepang, sebagian besar orang Taiwan menyantap bubur polos dengan lauk-pauk untuk sarapan. Setelah Perang Dunia II, banyak tentara bersama keluarga dari berbagai provinsi di Tiongkok yang pindah ke Taiwan membuka restoran kecil sebagai mata pencaharian, menghadirkan masakan kampung halaman mereka seperti susu kedelai, shao bing dan cakwe yang terhidang di atas meja sarapan orang Taiwan.
Tahun 1981, toko sarapan ala Barat pertama “Mei er Mei” dibuka di Taiwan, pada tahun 1984 hadirlah McDonald’s di Taiwan dan penyajian cepat saji yang mengadopsi standarisasi bahan dan prosedur memasak, dan kemudian memicu gelombang menjamurnya toko sarapan ala Barat, sehingga hamburger, roti lapis, teh susu dan kopi, semuanya menjadi sarapan yang umum di Taiwan.
Ditambah lagi, masyarakat di daerah yang berbeda mempunyai menu sarapan khas tersendiri. Warga Taichung suka makan mi kuah kental, orang Chiayi makan nasi daging ayam suwir, dan warga Changhua suka makan nasi dengan daging babi semur. Preferensi ini juga terkait dengan produk lokal. Menyantap kuah daging sapi sebagai sarapan orang Tainan karena ini adalah keunggulan lokal. Pasar Shanhua di Tainan adalah pasar ternak sapi terbesar di Taiwan pada masa kolonialisasi Jepang, maka hal yang lazim adalah daging sapi di sini paling segar dan yang ditonjolkan dari setiap restoran adalah rasa dari dasar sup. Selain itu, bubur ikan bandeng juga menjadi pilihan sarapan sehari-hari di Tainan, yang sebenarnya juga dikenal sebagai “kampung halaman ikan bandeng”.
“Apa pun bisa dijadikan sarapan, ini juga merupakan hal menarik tentang Taiwan” demikian yang digambarkan Hsu Chia-ling, Direktur Yayasan Budaya Diet Tionghoa.
Cepat, Nyaman, Sentuhan Kemanusiaan
“Banyak pakar kuliner menunjukkan bahwa dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, orang Taiwan lebih banyak makan di luar untuk sarapan,” kata Hsu Chia-ling. Riset terkait menemukan bahwa makan di luar untuk sarapan menjadi bagian rutin kehidupan sehari-hari di Taiwan pada tahun 1980-an. Dengan semakin banyaknya wanita yang memasuki dunia kerja, jumlah rumah tangga berpendapatan ganda meningkat. Sarapan yang dulu dibuat sendiri pun berubah menjadi dibeli di luar, dan toko sarapan bergaya Barat mulai menjamur, menyediakan pilihan “cepat” dan “praktis”.
Louis K.H. Tsai, direktur merek jaringan toko sarapan My Warm Day, menjelaskan bahwa sebagian besar pelanggan toko sarapan adalah pelanggan lama atau tetangga yang sudah akrab dan mereka cenderung memesan makanan yang hampir sama setiap hari, sehingga ibu penjaga toko sarapan dengan mudah mengingat apa makanan kesukaan dari setiap tamu pelanggan dan memberikan menu khusus pesanan tamu pelanggan. “Ini membuat tamu pelanggan merasa dirinya diistimewakan dan berbeda dengan yang lain, ada sentuhan kemanusiaan yang kuat di dalam toko ini,” tutur Hsu Chia-ling.
Li Zhen-ming, berusia 85 tahun, bangun dan mulai merebus kuah sup pada pukul 04.30 setiap pagi. Pemilik Warung Bubur No Name ini sampai sekarang masih bekerja di dapur, secara pribadi mengontrol cita rasa setiap mangkuk bubur ikan bandengnya.
Bubur Ikan Bandeng No Name di XinXing Road Tainan
Warung Bubur Ikan No Name (Tanpa Nama) yang terletak di sebelah Kuil San Guan Da Di di Distrik Selatan Tainan telah melayani masyarakat setempat selama lebih dari 40 tahun. Pemiliknya Li Zhen-ming, bangun pada pukul 04.30 dini hari, menyalakan kompor gas, dan mulai merebus kuah sup dengan tulang bandeng. Kemudian dia memasak perut ikan, merebus kulit ikan dan tiram, sibuk bekerja di dapur hingga sekitar pukul 06.10, setelah itu baru dia bisa membuka toko.
Warung ini dibuka pada tahun 1976. “Kami sebenarnya adalah penjual bubur ikan bandeng kedua di Tainan. Yang pertama terletak di dekat Shi Jing Ju,” kata Li Zhen-ming. Menu di dinding hanya mencantumkan beberapa item: bubur ikan, bubur kulit ikan dan bubur kulit ikan dengan tiram. Semuanya dibuat dengan bahan-bahan lokal di Tainan.
Istrinya Li, Cai Mei-yun menjelaskan bahwa bahan dasar supnya dimasak segar setiap hari, lebih dari 10 kati (sekitar 6 kilogram) tulang ikan harus direbus selama setengah jam. “Bahan dasar sup kami manis alami dan tamu boleh tambah sup gratis,” katanya. Nasi dalam bubur ikan juga dipilih dengan cermat, hanya menggunakan beras indica yang tahan direbus bersama sup.
Sebagian besar tamu adalah pelanggan tetap. Saat pelanggan lanjut usia duduk, mereka segera meneriakkan pesanannya sendiri, “Satu mangkuk kulit ikan dan tiram”, “Dua mangkuk bubur, nasinya yang banyak”, “Bubur ikan, pilih yang bertulang”. Menerima pesanan tamu, Li Zhen-ming mengambil beberapa tiram dan dengan terampil mengatur waktu memasak kulit dan perut ikan di kompor, kemudian menambahkan sesendok sup bubur, menaburkan lada putih dan daun seledri di atasnya dan menyajikannya ke meja pelanggan. Mengonsumsi semangkuk bubur ikan adalah ritual yang menandai awal hari bagi banyak orang Tainan.
Mengonsumsi semangkuk bubur ikan adalah ritual yang menandai awal hari bagi banyak orang Tainan.
Ikan bandeng dan tiram yang dapat ditemukan di dalam menu semuanya adalah produk lokal.
Terletak di sebelah Kuil San Guan Da Di, Warung Bubur Ikan No Name tidak mempunyai dekorasi yang mewah, yang diandalkan adalah bahan dan cita rasanya.
Bakcang Vegetarian Keluarga Zheng di Depan Kuil Shatao Tainan
Pukul 05.30 pagi, di kedai bakcang sayur milik keluarga Zheng di depan Kuil Shatao di Distrik Tengah Barat Tainan, pemilik toko dan dua anggota keluarganya sudah sibuk melayani pelanggan, membukakan daun bungkus bakcang, menyiramnya dengan saus spesial, menambahkan sedikit minyak wijen, menaburkan daun ketumbar cincang halus di atasnya dan menyajikannya dengan semangkuk sup miso, gerakannya gesit dan terkoordinasi.
Kedai yang berada di bawah pohon beringin di depan kuil ini telah berdiri selama 74 tahun. Pemilik generasi kedua, Zheng Shi-nan menjelaskan bahwa ia mempelajari kemahiran ini dari ayahnya. Awalnya ada dua jenis bakcang yang dijual, yakni bakcang daging dan bakcang berbahan sayuran, kini yang ditawarkan hanya “bakcang sayur”.
Bahan untuk membuat bakcang vegetarian hanya beras ketan dan kacang tanah, secara khusus memilih daun jahe cangkang untuk membungkusnya, tapi tidak menambahkan bubuk kacang karena takut akan merebut aroma daun bakcang, jelas istri Zheng, Wu Pei-jin. Meski bahannya sederhana, pembuatan bakcang membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Zheng mengungkapkan bahwa daun jahe cangkang lebih tebal dari daun bambu, maka setelah dicuci harus direbus dulu hingga menjadi lunak. “Bakcang kami dimasak dalam air semalaman. Kemudian dimasukkan ke dalam kompor pada jam 22.00 malam dan baru selesai dimasak sekitar jam 04.00 pagi. Untuk memastikan kacang tanah matang sepenuhnya dan aroma daun serta kacang tanah dapat menyatu, waktu rebus harus lima jam,” tutur Zheng.
Keterampilan memasak bakcang vegetarian berawal dari ayahnya, dan kini putrinya Sisi Zheng juga bekerja di warung dan tampak sudah siap untuk mengambil alih usaha keluarganya. Beruntunglah bahwa suguhan lezat ini dapat terus diwariskan.
Bakcang vegetarian yang dibungkus dengan daun jahe cangkang tapi tidak menambahkan bubuk kacang, adalah satu-satunya item dalam menu toko bakcang keluarga Zheng.
Sisi Zheng (tengah), generasi ketiga pewaris bakcang vegetarian keluarga Zheng, sudah siap untuk mengambil alih usaha keluarganya, agar suguhan lezat ini bisa terus diwariskan.
Pelanggan tetap yang datang setiap hari akan merasa tidak nyaman kalau tidak dapat menikmati sarapan seperti biasa.
Shi Jie Soymilk King di Ujung Jembatan Zhongzheng
Menurut Bapak Zhuang, manajer Shi Jie Soymilk King di Yonghe, Kota New Taipei, pendiri toko susu kedelai ini adalah Li Yun-zeng yang berasal dari Shandong, Daratan Tiongkok. Bersama teman ia memulai usaha dengan menggunakan gerobak dorong sebelum menyewa sebuah tempat sebagai toko, kemudian waktu buka toko dari pukul 6 - 7 malam diperpanjang hingga pukul 09.00 - 10.00 keesokan paginya. Pada tahun 1970-an, ketika televisi masih belum umum, orang-orang berkumpul di rumah-rumah yang memiliki televisi untuk menonton pertandingan tim bisbol Taiwan di Little League World Series. Disebabkan jeda waktu, hari biasanya sudah mulai terang saat pertandingan berakhir, dan warga akan berkumpul untuk minum susu kedelai di Yonghe. Shi Jie Soymilk King pun dengan cepat beralih ke operasi 24 jam, “sepuluh tahun lebih awal dari 7-Eleven”.
Produk utama yang dijual adalah susu kedelai dan shao bing isi cakwe goreng. Zhuang menekankan bahwa susu kedelai mereka 100% terbuat dari kedelai non-transgenik dengan kandungan protein mencapai 35%. Aroma kacang yang sedikit gosong membantu memunculkan cita rasa khas susu kedelai. Shaobing dibuat dengan cara dibakar, yang menurut Zhuang renyah saat panas, empuk saat dingin tapi kembali renyah setelah dipanggang ulang. Susu kedelai asin berisi ebi, cakwe, daun bawang cincang dan lobak kering, ditambah sedikit cuka. Kombinasi unik ini menimbulkan reaksi kimia dan membuat pengunjung asing berseru, “Saya tidak tahu persis apa yang saya makan, tapi enak sekali!”
Pelanggan restoran berasal dari Taiwan dan luar negeri. Tokoh-tokoh terkenal seperti pembawa acara kuliner Anthony Bourdain dari Amerika, anggota grup gadis Morning Musume dari Jepang, dan aktor Chow Yun-fat dari Hong Kong semuanya pernah makan di sini. Beberapa tahun yang lalu, tempat ini direnovasi untuk mempercantik citranya. Meskipun sudah menjalankan bisnis selama lebih dari 70 tahun, toko tua ini terus mengembangkan hidangan baru seperti shao bing isi daging sapi, sayur asin dan bahan lainnya. “Kami tidak terikat oleh tradisi. Kami adalah toko tua yang sangat kontemporer,” tegas Zhuang.
Susu kedelai dan shao bing isi cakwe goreng diperkenalkan oleh tentara bersama keluarga dari berbagai provinsi di Tiongkok yang pindah ke Taiwan, telah mengubah budaya sarapan orang Taiwan.
Adonan tepung dipotong memanjang dengan lebar 1 cm, ditumpang-tindihkan dan ditekan di bagian tengah dengan stik besi, lantas digoreng di dalam wajan minyak, dan cakwe siap disajikan.
Adonan tepung dipotong memanjang dengan lebar 1 cm, ditumpang-tindihkan dan ditekan di bagian tengah dengan stik besi, lantas digoreng di dalam wajan minyak, dan cakwe siap disajikan.
Adonan tepung dipotong memanjang dengan lebar 1 cm, ditumpang-tindihkan dan ditekan di bagian tengah dengan stik besi, lantas digoreng di dalam wajan minyak, dan cakwe siap disajikan.
My Own Day yang Selaras dengan Denyut Kehidupan Masyarakat
Didirikan pada tahun 1987, My Warm Day (MWD) telah bertahan selama 36 tahun di tengah persaingan yang ketat. Louis K.H. Tsai menunjuk pada kalimat di atas menu restoran yang menyatakan “tidak ada bahan pengawet buatan yang ditambahkan pada semua item.” Ini adalah pencapaian hasil kerja keras MWD selama beberapa tahun terakhir. Menurut Louis K.H. Tsai, pembuatan saus tanpa pengawet adalah tantangan terbesar, baik itu saus celup berbahan dasar kecap maupun selai favorit anak-anak. Namun MWD menetapkan target untuk menyediakan makanan yang aman bagi semua pelanggan, dari muda sampai tua. Louis K.H. Tsai menegaskan, “Kami memengaruhi pemasok di sisi hulu dan mengarahkan pewaralaba di sisi hilir. Dengan ini, seluruh industri pun terdorong untuk maju.”
Louis K.H. Tsai juga menegaskan, saat industri sarapan menghadapi krisis adalah momen bagi perubahan. Dia mengenang kembali beberapa tonggak penting MWD: Pada tahun 2005, seiring dengan perubahan gaya hidup, MWD memperkenalkan rangkaian “sarapan mewah” untuk disesuaikan pada perubahan jadwal kerja, yang membuat semakin banyak orang “datang untuk sarapan lebih siang atau makan siang lebih pagi.” Pada tahun 2010, MWD memasang mesin penggiling kopi di tokonya. Pada tahun 2012, mereka mengonfigurasi ulang area memasak, konter dan tempat duduk, memisahkan dapur agar toko tidak lagi berbau asap. Pada tahun 2014, MWD melakukan reorientasi branding korporatnya dengan menekankan atmosfer dan pengalaman bersantap; sementara hidangan ayam dan ikan diluncurkan seiring meningkatnya kepedulian pada makanan dan minuman yang lebih sehat. Toko sarapan adalah bagian unik dari pemandangan jalanan Taiwan. Sama seperti MWD yang berkembang seiring dengan kebutuhan konsumen, budaya sarapan di Taiwan secara umum mewakili mikrokosmos masyarakat Taiwan.
Sajian ini semuanya tanpa bahan pengawet, konsumen dapat menikmatinya dengan tenang.
My Warm Day selalu selaras dengan denyut kehidupan masyarakat dan menanggapi kebiasaan konsumen. Langkah evolusinya terlihat bagaikan mikrokosmos masyarakat Taiwan.