Budaya Bersepeda Taichung
Multi Daya Tarik Bersama Duta Pesepeda
Penulis‧Rina Liu Foto‧Chuang Kung-ju Penerjemah‧Farini Anwar
Oktober 2024
Kali ini, kami menggunakan kendaraan roda dua untuk melihat dengan jelas proses budaya baru bersepeda dan mendapatkan pengalaman baru dengan bersepeda di Taichung.
Lambat ke Cepat, Menggelorakan Semangat Berpetualang
Bersepeda santai di jalur Tanya Shen Green Bikeway, setelah menikmati mentari pagi dan aroma pepohonan pepolo, kami menelusuri Sungai Dali, menggowes ke arah kawasan pemandangan Dakeng. Sebelum tiba di jalur pendakian gunung no.2, terlebih dulu kami melihat papan nama, yang mengarahkan kami pada tempat paling misterius di Taichung dan juga merupakan “perbukitan” yang sangat cocok untuk latihan dan pertandingan sepeda gunung ── Taman Sepeda Dondon. Pendiri Akademi Sepeda Gunung (Mountain Bike Academy) Liu Hong-i (劉宏一 ) tengah berlatih teknik khusus “pump” saat mendaki lereng bukit untuk meningkatkan kecepatan. Liu beralih dari sepeda biasa ke sepeda gunung pada tahun 2019, berawal dari main-main sampai membuka akademi ternama. Ia mengajar murid-muridnya agar mereka juga jatuh cinta pada sepeda gunung.
“Saya merasa budaya sepeda itu dinamis dan berkekuatan, hanya perlu mencari cara mempromosikannya, saya menyebut cara ini sebagai ‘konsentrasi impresi’.” Entah jenis sepeda apa, asalkan ada kelompok yang berminat maka ada peluang untuk berkumpul membentuk budaya, Liu Hong-i memperkenalan pengetahuan untuk meningkatkan budaya bersepeda, yang nantinya dapat menarik semakin banyak orang untuk turut bergabung.
“Pada Gunung Dadu di Taichung, masih ada tempat yang lebih cocok lagi untuk bermain sepeda gunung, kebanyakan orang tidak mengetahuinya, tetapi semua orang asing mengetahuinya dan suka ke sana.”
Bersepeda di tengah jalur Tanya Shen Green Bikeway yang rimbun kehijauan, hembusan angin membawa aroma pepohonan.
Kehidupan Bebas‧Pilihanku
Setelah turun, kami bersepeda memasuki kawasan perkotaan, menjumpai seniman Chiang Hsin-ching (Pinky), melihat dari sudut seni dan humaniora, menggowes sepeda menjelajahi pusat Kota Taichung.
Rute “Seni Ruang Pribadi Perkotaan” yang diperkenalkan oleh Chiang Hsin-ching dimulai dari National Taiwan Museum of Fine Arts (NTMoFA), melintasi Shen Ji New Village, CMP Eslite Bookstore sampai ke National Museum of Natural Science, menelusuri jalan dan gang hingga ke Caligraphy Greenway. Chiang Hsin-ching mengatakan, “Kawasan ini sangat cocok untuk wisata santai, banyak bungalow yang dialihfungsikan menjadi toko kecil yang unik, pengendara sepeda dapat memarkirkan sepedanya di depan pintu toko dan singgah menyambangi teman.”
Menggowes sepeda membuat Chiang Hsin-ching dapat mengumpulkan kenangan fisik yang tak terhitung jumlahnya, dan menjadi sumber inspirasi dalam berkarya. “Bagi saya sepeda melambangkan ‘kebebasan’, dapat mengendalikan kecepatan, ke tempat manapun yang ingin dituju, melepaskan tekanan kehidupan modern sekarang ini, menikmati waktu senggang yang tidak direncanakan.”
Seniman Chiang Hsin-ching (Pinky) paling menyukai rute seni ruang pribadi Taichung, termasuk bekas asrama tentara Amerika Serikat yang belakangan ditransformasi menjadi bungalow toko kecil.
Menjelajahi Budaya Sepeda
Kami mendengar banyak karyawan Central Taiwan Science Park memiliki sebuah kebiasaan yaitu memanfaatkan kesejukan dini hari untuk bersepeda di taman, mengitari beberapa putaran di trek “lereng tupai (松鼠坡)” yang menantang, kemudian pulang ke rumah untuk mandi air panas barulah lebih semangat untuk bekerja. Di Taichung, bersepeda di pagi hari sudah menjadi sebuah budaya baru, bukan lagi sekedar hobi dan olahraga sehari-hari, melainkan perluasan menjadi hubungan sesama manusia.
Pukul 6.00 pagi tepat keesokan harinya, ketika melakukan pemanasan di titik mulai lereng tupai, kami bertemu pesepeda perempuan Wang Yi-wen yang mengenakan pakaian lengkap bersepeda, ia yang memandu kami untuk merasakan jalur bersepeda ini. Jalur jalan lereng tupai ada yang datar, tanjakan, tikungan yang cukup sulit dan lainnya, tetapi jalurnya mulus, bersepeda satu putaran mengikuti Wang Yi-wen membuat kami semakin merasakan kegembiraan dan ternyata sangat menyegarkan.
Selanjutnya kami mengunjungi Museum Budaya Sepeda yang berlokasi di sebelah gedung pusat grup perusahaan Giant. Insinyur perancang Joshua Jih Pan menyampaikan, “Guna mempertahankan ruang pameran seluas mungkin dalam museum, kami mengadopsi struktur cangkang, dan desain atap menyerupai logo perusahaan Giant.” Desain untuk pergerakan dalam ruang berasal dari budaya sepeda, memberikan spiritual perasaan bebas, bergerak dan fleksibel. Joshua Jih Pan menambahkan, “Bahkan untuk cat bagian luar semua secara khusus memilih warna abu-abu terang agar alur lekukan dari struktur bangunan dapat memantulkan sinar matahari pada setiap waktu yang berbeda, semakin menonjolkan fleksibilitas dari sepeda.”
Banyak yang dapat dilihat dalam Museum Budaya Sepeda, mulai dari evolusi sejarah, perubahan fungsi, proses teknologi, prinsip mekanisme, pengembangan material hingga sepeda artistik dan lainnya. Berbagai aspek sepeda yang ditampilkan di museum telah membentuk kembali pemahaman masyarakat tentang budaya sepeda.
“Mengendarai motor terlalu cepat, berjalan terlalu lambat, kecepatan sepeda berada di tengah; mengendarai motor bergantung pada mesin, jalan bergantung pada kedua kaki, pergerakan sepeda adalah kerja sama tubuh dan otak.” Howard Wang mengatakan, “Ketika kebanyakan orang memiliki satu pemahaman bersama, perilaku yang sama dilakukan berulang, maka secara alami akan membentuk budaya, hal ini juga berlaku pada bersepeda. Dari cara berkendara dan proses bersepeda, semua orang menemukan kesenangannya, membentuk kelompok bersepeda yang berbeda, yang kemudian menjadi budaya perorangan yang unik.”
Di Taman sepeda Dondon yang tersembunyi di lorong di Qingshui dalam kawasan Pegunungan Dakeng, tanjakan dan jalur jalan semuanya didesain dengan cermat, sangat pas bagi pecinta sepeda gunung.
Berbagai Alasan Menyukai Bersepeda
Michael Vincent Manalo yang awalnya berkewarganegaraan Filipina, adalah kreator seni sepeda interen museum. Setelah hidup dan bekerja sekian lama di beberapa negara di Eropa, ia terakhir memilih menetap di Taichung. “Taiwan adalah negara yang paling hebat, saya memutuskan untuk tinggal di sini,” demikian ujar Michael dengan Bahasa Mandarinnya yang fasih. “Saya pernah ke Taipei dan Kaohsiung, kehidupan setiap orang terlalu sibuk. Berbeda dengan Taichung, pas sekali, saya sangat menyukai trek sepeda di sini, jadi akhirnya menetap di sini.”
Michael gemar bersepeda sejak kecil, bahkan di luar negeri yang jauh dan luas pun tetap bepergian dengan sepeda. Menurutnya, begitu menginjakkan kaki ke pedal maka dapat melupakan segala kepenatan. “Saya mendapati orang Taiwan membuat bersepeda menjadi lebih menyenangkan dengan adanya berbagai macam jalur. Di Taichung, jalanan mengarah ke utara hingga ke atas bukit, bisa melihat laut, juga bisa bertemu dengan banyak sahabat pesepeda yang ramah, bahkan membentuk grup Line. Bagi saya, bersepeda telah memiliki makna yang baru.”
Michael yang membuat budaya sepeda semakin kaya beragam melalui seni, dengan bersepeda menjelajahi Taichung, dan berbagi jalur sepedanya. “Ada restoran Black Forest di bagian utara Gunung Dadu, terdapat banyak jalur kecil di sekitarnya, saya sangat suka mencari jalur baru. Banyak orang Taichung yang makan di restoran sambil melihat pemandangan laut, tetapi pesepeda di jalan kecil sekitarnya kebanyakan orang asing yang sama seperti saya.”
Masuk melalui gerbang besi Xiangshang Road Section 5, hutan yang lebat dengan rute jalan saling bersilangan, jalur jalan kendaraan ini tidak dapat ditemukan di peta Google, kebanyakan orang Taiwan tidak mengetahuinya, malahan orang asing yang yang secara khusus berziarah dengan sepeda ke sana, bahkan karena begitu menyukainya, para orang asing ini berinisatif untuk mengaspalkan secara manual jalur tanah ini untuk meningkatkan kegembiraan bersepeda, dan oleh karena itu pula mendapat sebutan “Jalur Hutan Orang Asing”.
Namun para pesepeda asing telah menggantungkan papan petunjuk di atas sebuah pohon besar pada pangkal jalan masuk, nama yang diberikan “Kelinci Hutan” karena itulah yang mereka rasakan ketika bersepeda di jalur ini, seperti kelinci yang melompat-lompat di hutan.
Desain bangunan dan lingkungan sekitar gedung pusat perusahaan Giant bagaikan gerakan aliran sungai berwarna perak.
Ayo Bertanding!
Rute kelinci hutan tempat berkumpulnya pesepeda andal, termasuk di antaranya Mike Dutton sang pembuat rute hutan bagi orang asing dan trek balap sepeda Super 8 MTB Festival. “Saya sering datang ke sini untuk memeriksa pemeliharaan jalur trek.” Kebetulan letak rute Super 8 MTB dengan rute hutan orang asing berada pada sisi berlawanan Gunung Dadu, sehingga pemandangan alamnya sangat berbeda; rute hutan orang asing berada di jalan hutan dengan banyak pepohonan sedangkan rute Super 8 MTB adalah lereng bukit dengan semak belukar yang menghadap ke jalan tol, sehingga memerlukan upaya lebih untuk perawatannya.
Menggowes mengarah ke ujung section 5 lalu belok ke jalur distrik 60.1, kami menemukan Taman Peringatan Hengde yang berbentuk melingkar, jalan putaran menurun adalah titik awal dari Super 8 MTB. “Selama waktu pertandingan, dengan melalui pengajuan izin dari pihak berwenang, ini memang lintasannya.” Pelopor Super 8 MTB, Bobby Chen mengatakan, “Karena tanah pemerintah, sehingga pada waktu biasa terbuka untuk umum, siapapun boleh berlatih dan bersepeda di sini, sangat menyenangkan!”
Rute Super 8 MTB pada bagian di sisi Gunung Dadu bertanjakan lebih curam dan tanahnya lebih lengket, untuk itu bentuk lekukan lintasan ideal dapat dibuat secara artifisial, sehingga tantangan bagi pesepeda dapat ditingkatkan lagi.
“Pertandingan hanyalah agar budaya sepeda gunung dapat berubah menjadi semakin menarik dan lebih ada rasa pencapaian. Tujuan akhir tetap adalah kesenangan.” Bobby Chen beranggapan mempromosikan budaya sepeda telah menginspirasikan banyak orang. “Tantangan pada diri sendiri tidak ada hubungannya dengan usia.” Pesepeda termasuk Mike Dutton bersikeras menjawab, tidak peduli berapa pun usianya, asalkan kedua kaki masih dapat bergerak, maka “akan terus menggowes.”
Memasuki Museum Budaya Sepeda, mengeksplorasi sepeda global melalui sejarah, teknis dan berbagai aspek lainnya.
Seniman Michael Vincent Manalo yang dirinya menyukai sepeda, menceritakan kisah masyarakat melalui serangkaian produk seni sepeda.
Dari Cepat ke Lambat, Kecepatan Ditentukan Sepasang Kaki
Melanjutkan menggowes ke Taiwan Boulevard Section 6, setelah sampai di parit drainase Luliao, kami terus menelusuri aliran air mengarah ke utara, hingga tiba di Lahan Basah Gaomei saat senja. Sepanjang pesisir terdapat 13 turbin raksasa pembangkit listrik tenaga angin, pemandangan indah bertaraf internasional ini memiliki reputasi internasional “tempat yang harus dikunjungi sekali seumur hidup.” Kami pun bersepeda di “trek sepeda Lahan Basah Gaomei,” mengagumi ekologi lahan basah di bawah mentari senja.
Akhirnya kami memarkir sepeda di depan pintu “jalan setapak kayu” yang membentang ke laut, berjalan di jalan kayu dengan disambut hembusan laut. Sisa-sisa cahaya matahari senja diiringi dengan angin laut yang kencang membuat riak-riak air di bawah jalan kayu tampak seperti sisik ikan berwarna-warni yang bergerak lembut.
Seiring dengan berkembangnya jenis dan fungsi dari sepeda, secara bertahap memunculkan budaya baru yang berbeda dan budaya ini memasuki kehidupan sehari-hari, terintegrasi menjadi kesatuan. Dalam mode bersepeda yang berbeda-beda, ada orang yang mengeksplorasi diri, ada yang berteman, ada orang yang mempertimbangkan kehidupan, ada yang mencari kebebasan, masing-masing mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
Asalkan kedua kaki masih bisa bergerak, maka akan terus menggowes, inilah semangat bersepeda trail.
Tingkatan tantangan Super 8 MTB adalah 100%, merupakan tempat wajib untuk ditaklukan oleh penggemar sepeda gunung.
Wajah Lahan Basah Gaomei di saat pasang naik senja hari sangat berbeda dengan siang hari, layaknya mengganti seraut wajah baru, sangat memukau.