Home

Keliling Taiwan

Resep Rahasia “Hitam” untuk Meredakan Panas Dalam

Resep Rahasia “Hitam” untuk Meredakan Panas Dalam

Kisah Teh Cincau

Penulis‧Cathy Teng Foto‧Lin Min-hsuan Penerjemah‧Maidin Hindrawan

April 2025

Bukan ujian keberanian, juga bukan masakan gelap (dark cuisine), minuman hitam pekat ini adalah teh herbal cincau asli Taiwan. Di musim panas, cincau diminum dingin, teksturnya terasa lembut dan licin. Di musim dingin, nikmati “cincau panas” dan paling cocok ditaburi kacang.

Untuk mencicipi cita rasa Taiwan, jangan lewatkan teh herbal yang menyejukkan di musim panas. Teh herbal adalah minuman autentik Taiwan, meskipun resepnya bervariasi, “cincau” adalah bahan dasar yang tak tergantikan.

Di masa lalu, saat transportasi di Taiwan belum berkembang dan orang-orang harus berjalan kaki untuk bepergian, akan ada orang yang “menyajikan teh” di pinggir jalan agar wisatawan bisa melepas dahaga dan kelelahan dari sengatan panas. Menurut kepercayaan masyarakat, teh herbal menyegarkan yang memiliki khasiat ajaib ini merupakan hadiah dari para dewa, maka diberi nama “xiancao”, yang secara harfiah berarti “teh herbal dewa” dan umum dikenal sebagai “cincau” dalam Bahasa Indonesia.

 

Kultivar Baru

Teh cincau dikenal karena warna hitamnya. Tapi mengapa hitam? Asisten peneliti tumbuhan cincau di cabang Xinpu dari Stasiun Riset dan Ekstensi Pertanian Distrik Taoyuan (TYDARES) di bawah naungan Kementerian Pertanian, Ricky Yeh Yung-ming menjelaskan, tumbuhan cincau mengandung zat gel yang dinding selnya akan rusak saat dimasak bersama air. Setelah diekstrak, gelatin ini akan menjadi warna hitam.

Namun tumbuhan cincau sendiri sama sekali tidak berwarna hitam. Ricky Yeh Yung-ming menerangkan bahwa sebagian besar tumbuhan cincao yang ditemukan di ladang tumbuh dengan cara merambat atau setengah tegak, bentuknya mirip dengan mint, akan tetapi mint memiliki aroma kuat yang khas, sedangkan cincau dikenal karena teksturnya yang kasar dan mudah melukai tangan.

Di masa lalu, cincau tumbuh liar di tepi ladang, kebun sayur, dan kebun buah. Menurut catatan kuno, cincau adalah tumbuhan yang dapat meredakan panas dalam dan menghilangkan dahaga, dan dapat digunakan sebagai obat dan makanan. Oleh karena itu, para petani akan mengumpulkan cincau dan mengeringkannya di rumah, lalu menyimpannya sebagai produk sampingan yang dapat dimasak menjadi teh herbal saat dibutuhkan. Ketika bekerja di ladang, mereka akan menyiapkan teh ini untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi dan terhindar dari sengatan panas.

Budidaya cincau secara intensif di Taiwan setelah era tahun 1960-an, berpusat di tempat-tempat seperti Guanxi di Kabupaten Hsinchu, Tongluo di Kabupaten Miaoli, dan Shuishang di Kabupaten Chiayi. Menurut Ricky Yeh Yung-ming, sebagian besar cincau yang dipanen petani akan dibeli oleh asosiasi petani. Patokan yang digunakan asosiasi petani adalah berat cincau kering, maka petani lebih suka membudidayakan varietas cincau dengan daun yang lebih besar agar bisa mendapatkan harga yang lebih baik; sementara TYDARES juga memilih untuk membudidayakan kultivar baru sesuai dengan kebutuhan petani.

Ricky Yeh Yung-ming mencontohkan, kultivar cincau “Taoyuan No. 1” yang memiliki sejarah lebih dari 20 tahun, mempunyai ciri-ciri daun berbentuk lonjong, tangkai merah, dan daya gel tinggi. Menunjuk pada semak lainnya, Ricky Yeh Yung-Ming mengemukakan bahwa kultivar “Taoyuan No. 2” diberi hak varietas tanaman pada tahun 2014 dan disebut sebagai “Xianghua” (Bunga Harum). Sesuai namanya, kultivar ini memiliki aroma yang kuat dan cocok untuk membuat teh cincau. “Taoyuan No. 3”, juga dikenal sebagai “Xianfeng” (Kelimpahan Dewa), adalah kultivar baru yang dibiakkan dengan menyilangkan Taoyuan No. 1 dan Taoyuan No. 2. Varietas ini memiliki daya gel yang tinggi, aroma yang kuat, dan berproduksi tinggi, cocok untuk membuat teh cincau maupun agar-agar cincau.

 

Tumbuhan cincau yang baru dipanen harus dikeringkan dengan udara dan disimpan selama beberapa waktu untuk menghilangkan rasa mentah rumput. Dengan demikian, teh cincau yang dimasak akan lebih harum.

Teh cincau yang dapat meredakan panas dalam dan menghilangkan dahaga sering disiapkan sendiri oleh para petani di masa lalu, juga merupakan minuman umum yang disajikan di pinggir jalan.

Angin Monsun Timur Laut September: Pengering Alami

Tumbuhan cincau termasuk dalam genus Platostoma dari famili Lamiaceae, dan berasal dari daerah pegunungan dataran rendah di Daratan Tiongkok dan Taiwan di Asia Timur, serta Malaysia, Indonesia dan Thailand di Asia Tenggara. Cincau memiliki nama yang berbeda di setiap daerah. Dalam bahasa Guangdong ia disebut rumput loengfan, dalam bahasa Chaoshan ia dikenal sebagai rumput caoguo, orang Atayal menyebutnya supurekku, orang Paiwan menyebutnya ryarikan, dan di Thailand ia dikenal sebagai chokai.

Berbicara tentang cincau, tidak terlepas kampung halaman cincau yakni Kotapraja Guanxi di Kabupaten Hsinchu. Direktur Asosiasi Petani Guanxi, Chen Jin-xi mengatakan bahwa luas perkebunan cincau di Guanxi saat ini sekitar 50 hektar, nilai produksinya mendominasi 70% produksi cincau di seluruh Taiwan, dan mereknya sudah terkenal.

Cincau ditanam pada Maret dan April dan dipanen pada September dan Oktober setiap tahun. “Periode panen cincau bertepatan dengan angin monsun timur laut kencang pada bulan September yang terkenal di Hsinchu, yang berfungsi sebagai pengering alami.” kata Chen Jin-xi. Sebelum memanen, petani yang menandatangani kontrak dengan asosiasi petani harus melakukan berbagai pemeriksaan untuk memastikan tidak ada residu pestisida. Cincau kemudian dipotong dari akarnya, dibalikkan dan dijemur di bawah sinar matahari selama tiga atau empat hari di bawah tiupan angin monsun timur laut, dan baru dipindahkan ke dalam ruangan untuk dikeringkan lebih lanjut setelah sekitar 70% hingga 80% kering.

Namun, mengapa cincau butuh waktu lama untuk siap digunakan? Chen Jin-xi menerangkan, “Cincau kering yang baru dipanen memiliki bau rumput. Ia perlu didiamkan untuk menghilangkan baunya, membiarkannya matang, dan menyerap kelembapan dari udara secara alami. Seperti teh tua, cincau membutuhkan ventilasi alami. Setelah disimpan dua tahun, cincau akan menjadi lebih matang, bau rumputnya akan hilang, dan sari cincau yang diseduh akan lebih harum.”

 

Ricky Yeh Yung-ming menjelaskan bahwa “Taoyuan No. 3”, juga dikenal sebagai “Xianfeng”, adalah kultivar yang dikembangkan oleh TYDARES untuk memenuhi kebutuhan petani. Varietas ini memiliki daya gel yang tinggi, aroma yang kuat, dan berproduksi tinggi.

Pabrik pengolahan cincau dari Asosiasi Petani Guanxi menggunakan uap untuk mengekstrak sari buah cincau di bawah tekanan tinggi.

Teh Lo Shih Chiou Shui: Berkembang Bersama Perubahan Sosial

Teh herbal cincau dapat sepenuhnya berbahan dasar cincau, tapi Teh Lo Shih Chiou Shui, merek legendaris dari kawasan kota tua di Taichung yang bersejarah lebih dari setengah abad adalah teh herbal yang memadukan berbagai bahan.

Luo Meng-zhi, generasi ketiga dari keluarga Luo, mengatakan bahwa leluhurnya berasal dari Fujian dan telah menjalankan praktik pengobatan selama beberapa generasi. Ketika suatu epidemi merebak di kampung halamannya di suatu tahun, leluhurnya Lo Chiou-shui mengembangkan resep obat cair dan membagikannya kepada penduduk sekitar, yang ternyata berhasil meredakan epidemi. Kemudian, resep ini dinamai sebagai Teh Chiou Shui.

Kakek Luo Meng-zhi, Luo Han-ping datang ke Taiwan bersama pemerintah Nasionalis dan menetap di Taichung. Ia menyesuaikan formula obat keluarganya dengan iklim Taiwan agar cocok dikonsumsi semua orang, dengan manambahkan teh oolong pegunungan tinggi Taiwan. “Orang Han memiliki tradisi menggunakan makanan untuk menyehatkan tubuh, dan teh juga merupakan obat yang baik untuk meredakan panas dalam menurut ensiklopedia pengobatan tradisional Tiongkok (Bencao Gangmu atau Compendium of Materia Medica),” tutur Luo Meng-zhi.

“Saat itu, perekonomian sedang berkembang bagus, banyak pekerja kasar yang bekerja di luar ruangan. Kakek merasa bahwa tehnya paling cocok bagi pekerja di bawah terik matahari untuk menyegarkan diri. Hanya saja karena target penjualan adalah kelas pekerja, harganya tidak bisa terlalu tinggi. Jadi, bisnisnya menargetkan margin keuntungan yang rendah dan volume penjualan yang tinggi.”

Pada awalnya, Teh Lo Shih Chiou Shui dijual melalui kios-kios pinang di pinggir jalan, tempat populer di mana orang-orang akan berkumpul untuk “mengobrol dan menyegarkan diri”. Mendeskripsikan kakeknya sebagai orang yang dapat melakukan perjalanan lintas waktu dan ruang dan meramalkan tren masa depan, Luo Meng-zhi mengatakan bahwa kakeknya membuat banyak lemari es, dan menjalin kesepakatan dengan para penjual pinang. “Jika Anda menjual teh Chiou Shui saya, saya akan meminjamkan Anda lemari es yang dapat digunakan untuk mendinginkan minuman lain pada waktu yang sama.” Dengan cara ini, Teh Chiou Shui didistribusikan melalui lebih dari 500 kios pinang di Taichung, yang membuktikan ketajaman bisnis Luo Han-ping.

Teh Chiou Shui juga telah berevolusi seiring waktu. Awalnya, teh ini dijual dalam bentuk teh balok, di mana pelanggan dapat membeli dan menyeduhnya di rumah. Seiring dengan perubahan sosial, konsumen semakin mengutamakan kemudahan dan menginginkan teh siap saji, maka Teh Chiou Shui pun mulai dikemas dalam botol kaca. Namun, transportasi terbukti menjadi tantangan, botol kaca rentan pecah, dan kebersihan juga menjadi masalah. Akhirnya, sekitar 30 tahun yang lalu, botol kaca digantikan dengan kantong aluminium foil, tapi teh hanya dapat disimpan hingga lima hari dengan cara pengemasan ini, sehingga akhirnya dikembangkanlah kaleng mudah dibuka dengan cincin tarik yang dapat disimpan selama dua tahun.

Cara pengemasan teh yang berlainan memerlukan proses produksi yang berbeda, sehingga menghasilkan variasi rasa yang agak berbeda.

Pasteurisasi dibutuhkan untuk teh kaleng, tapi gula putih dalam teh akan mengalami karamelisasi dalam prosesnya sehingga mengubah rasanya, maka digunakan gula batu dengan titik leleh tinggi.

Bahan-bahan Teh Chiou Shui cukup sederhana, terdiri dari pare, cincau, hawthorn (buah sanca), kulit jeruk kering, dan daun mint yang semuanya membantu mendinginkan tubuh dan mengurangi panas, dicampur dengan teh oolong Taiwan. Yang rumit adalah proses produksinya, jelas Luo Meng-zhi, menambahkan bahwa bahan-bahan tersebut, setelah diperoleh, harus dicuci secara terpisah dan dikeringkan di bawah terik matahari musim panas. “Baik memanggang, menggunakan inframerah, mengeringkan dalam oven, tidak satu pun yang akan berhasil. Kita harus bergantung pada matahari, kalau tidak rasanya akan tidak enak.” Untuk itu, bahan-bahannya harus disiapkan pada musim panas tahun sebelumnya.

Mendengarkan Luo Meng-zhi menceritakan kisah di balik layar ini, baru diketahui betapa besar kegigihan yang dibutuhkan untuk mempertahankan cita rasa sebuah keluarga.

 

Cincau juga dapat digunakan dalam masakan, seperti sup ayam cincau. Dalam foto adalah mi dingin cincau.

Teh Lo Shih Chiou Shui merupakan legenda urban yang telah diwariskan di kawasan kota tua di Taichung selama lebih dari setengah abad. Produknya dikemas dalam bentuk kantong teh, kantong aluminium foil, dan kaleng yang mudah dibuka.

Luo Meng-zhi memamerkan lemari es yang dibuat kakeknya untuk dipinjamkan ke kios pinang. Berkat ketajaman bisnis kakeknya, produk mereka dapat didistribusikan ke lebih dari 500 kios pinang di Taichung.

Masyarakat Taiwan sangat menyukai cincau dan telah mengembangkan serangkaian produk instan seperti jus cincau, teh cincau, jeli cincau, dan cincau panas.

Hamparan Bunga Cincau yang Bermekaran

Menanggapi program “Satu Kota, Satu Spesialisasi” yang diluncurkan pemerintah pada tahun 1989, Guanxi telah berhasil mentransformasikan industri cincau menjadi spesialisasi lokal, sekaligus mengembangkan banyak produk cincau terkait.

Di tengah gemuruh suara mesin, Chen Jin-xi membawa kami ke pabrik pengolahan cincau. Proses pembuatan cincau dulunya membutuhkan tenaga manual dan memakan waktu lama. Kini, pabrik tersebut telah mengadopsi model semi-otomatis yang menggunakan uap untuk mengekstrak sari buah dari tumbuhan cincau di bawah tekanan tinggi, yang kemudian disalurkan melalui pipa ke tangki penyimpanan untuk menjalani proses penguapan menjadi konsentrat yang digunakan sebagai bahan untuk pengolahan selanjutnya.

Saat ini, Asosiasi Petani Guanxi telah mengembangkan lebih dari 20 jenis produk cincau. Cincau instan hasil kerja sama dengan TYDARES dan akademisi dari National Taiwan University, adalah produk yang sangat populer.

Seiring dengan berkembangnya pariwisata perkotaan dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah festival bunga cincau telah diselenggarakan di daerah penghasil cincau seperti Distrik Yangmei di Taoyuan dan Shuishang di Kabupaten Chiayi. Pemandangan bagaikan impian di ladang bunga berwarna ungu muda telah menjadi destinasi check-in yang populer. Ricky Yeh Yung-ming berkata sambil tersenyum, “Dulu, kalau melihat bunga cincau, para petani generasi tua akan mengeluh karena dianggap sebagai pemborosan. Mengapa membiarkannya mekar jika bisa dijual?” Begitu cincau mulai berbunga, nutrisi tanaman masuk ke biji, dan rasanya berubah. Namun bunga cincau yang bermekaran memancarkan aura romantis. Kelopak bunganya yang mungil dan berwarna ungu muda terlihat menyerupai lautan lavender, dan digambarkan oleh netizen sebagai Provence versi Taiwan. Kontras antara teh cincau hitam dan bunga ungu muda yang romantis membentuk antitesis yang misterius dan menawan.

Beragam produk cincau yang dikembangkan oleh Asosiasi Petani Guanxi.

Aura romantis bunga ungu muda di ladang cincau telah menjadi destinasi check-in yang populer bagi netizen. (Foto: Jimmy Lin)

Artikel terkait

Artikel Populer