Keseharian dan Keistimewaan Teraso
Ekspresi Arsitektur Beton Kerikil dan Air Jernih
Penulis‧Lynn Su Foto‧Chuang Kung-ju Penerjemah‧Farini Anwar
Desember 2023
復古的磨石子,曾是台灣最常見的建築表情,雖然逐漸從生活中退場,即便如此,它仍以不同形式常相左右,你發現它們了嗎?
Teraso antik yang pernah menjadi ekspresi paling umum dari arsitektur di Taiwan, meskipun perlahan-lahan mulai ditinggalkan dari kehidupan, kendati demikian masih ada dengan berbagai bentuk yang berbeda di sekeliling kita, apakah Anda menyadarinya?
Museum 207 Dihua yang terletak di Dadaocheng adalah sebuah bangunan kuno berlantai 4 yang dibangun pada tahun 1962. Bangunan yang meninggalkan keindahan arsitektur tradisional ini, memiliki dinding bagian luar berbentuk bulat busur, tertempel penuh mozaik berwarna oranye dan merah cerah yang menyolok, jendela besar yang terbuka mampu memberikan pemandangan jalan di luar, teraso pada lantai bangunan dengan empat lantai ini semakin menarik perhatian, pengunjung yang terpikat lantai dengan pola dekoratif yang menampilkan lebah dan anggur, gambar ginseng dan lainnya yang menarik, menggemakan “Toko Obat Huanghetang” dari rumah tua ini.
Chen Bing-yuan secara khusus menekuni metode pembuatan teraso.
Mengembalikan Ingatan Budaya Masyarakat Umum
Teraso adalah salah satu metode pelaksanaan konstruksi, bagi orang Taiwan, ini juga merupakan kode budaya yang telah mengakar kuat di hati, tidak sedikit orang yang memiliki perasaan terhadapnya. “Menginjak lantai teraso, memberikan perasaan yang mendalam, keakraban layaknya kembali ke pelukan ibu.” Demikian ujar Chen Bing-yuan pemilik industri batu “Santa Form”, dengan beberapa kata mengungkapkan gambaran teraso di hati orang Taiwan.
Karena kecintaannya pada teraso, ia berkonsentrasi sepenuhnya mempelajari metode pembuatan ini, “akan tetapi orang-orang dekat seperti ayah dan senior yang menggeluti material bangunan berkata, teraso adalah barang lama di masa lalu hingga saat ini sudah ditinggalkan, mengapa kamu masih mempelajarinya?
Sekitar 40 tahun lalu, ayah Chen Bing-yuan sebenarnya bekerja di NanAo, tetapi melihat prospek yang cerah dalam bidang material batu bagi industri konstruksi, ia kemudian mengundurkan diri dari pekerjaannya dan memboyong keluarganya pindah ke Kaohsiung, mendirikan usaha “Santa Form”.
Saat itu perekonomian Taiwan sedang berkembang pesat, perusahaan properti membangun “rumah baru siap dijual” di mana-mana. Di masa lantai kayu dan ubin belum tren, material batu menjadi bahan yang dominan, dari batu kerikil untuk bagian luar dinding, teraso untuk lantai, “Menggunakan satu jenis bahan sudah dapat membangun sebuah rumah,” tutur Chen Bing-yuan.
Sejak kecil tumbuh dan dibesarkan di antara tumpukan batu, dengan penuh perasaan Chen Bing-yuan mengatakan, “Saya dibesarkan oleh batu-batuan ini, jadi saya juga ingin melihat sampai sejauh mana teknologi ini dapat berjalan.” Oleh karena itu, setelah meneruskan bisnis keluarganya selama sepuluh tahun lebih, selain mempertahankan usaha awal jual beli bahan baku batu, dalam situasi di mana tidak dilihat sebagai sesuatu bisnis yang baik, Chen Bing-yuan dengan profesionalismenya sebagai perancang desain interior juga menerima beberapa proyek kontruksi teraso. Meskipun Chen Bing-yuan sendiri mengakui bahwa metode teraso sudah tidak populer seperti dulu dan kekurangan tenaga kerja, semuanya merupakan kenyataan yang ada, tetapi dapat menyelesaikan ide-ide liar dari pelanggan adalah sesuatu yang dapat membuatnya merasa puas.
Teknologi teraso, aslinya bukan ditemukan di Taiwan. Berdasarkan catatan sejarah, teraso bermula dari Venice – Italia, yang kemudian diperkenalkan dan masuk ke Taiwan oleh orang Jepang pada era kolonialisasi Jepang, mengenai kapan diperkenalkan dan masuk ke Taiwan tidak diketahui waktu tepatnya. Asisten Dosen Jurusan Arsitektur, Yeh Jun-lin menjelaskan, teraso termasuk bahan batu “buatan manusia”, “jumlah produksi bahan batu Taiwan tidak banyak, ditambah lagi dengan bahan batu alami, pengolahan, dan pengangkutan yang modal biayanya sangat tinggi. Meskipun teraso juga menggunakan bahan batu alami, selain itu juga dicampur dengan mortar (pasta dari campuran semen, pasir dan air) dalam jumlah besar, sehingga dapat mengurangi banyaknya penggunaan bahan batu dan teksturnya menjadi halus dan mulus, serta tidak dapat dibedakan dengan penggunaan bahan batu jika dilihat dari kejauhan.” tutur Yeh Jun-lin.
Dilihat dari sudut pandang pemakai, teraso mudah dibersihkan, dan hampir tidak ada batasan waktu pemakaiannya. Meskipun rusak atau retak, tidak perlu perbaikan besar, cukup dengan perbaikan pada bagian yang rusak saja. Apabila sudah menua, maka penggilingan ulang dapat memperpanjang waktu pemakaiannya, jadi dapat dikatakan sebuah bahan yang tahan lama. Selain itu, teraso yang sejuk saat disentuh ini sangat cocok dengan cuaca Taiwan yang panas. Tidak menyerap air, tidak mudah menyebabkan kelembaban dan berbagai keunggulan lainnya membuat teraso menjadi populer di kalangan masyarakat Taiwan.
Jejak teraso dapat ditemukan di gedung-gedung tua yang dibangun pada era kolonialisasi Jepang seperti Istana Kepresidenan, gedung Yuan Pengawas, Hsinchu City Hall dan lain-lain. Menggemakan sejarah usaha “Santa Form” yang dideskripsikan Chen Bing-yuan, era tahun 1950 – 1980 adalah masa puncak kejayaan teraso di Taiwan. Lantai, bagian bawah dinding baseboard, dinding pendek dan lainnya dari rumah tinggal, kuil, sekolah, kantor pemerintahan, semua dapat menemukan jejak dari teraso.
Lantai dengan mosaik putih, abu dan hitam yang paling akrab di masyarakat Taiwan sekarang ini terbuat dari bahan baku produk lokal. Warna hitam adalah batu serpih dari pelabuhan Wushi, Yilan atau Sandimen, Pingtung, sama seperti bahan yang digunakan untuk rumah lempengan batu hitam (slab houses) dari penduduk asli Taiwan. Selain itu juga ada batu marmer hitam dari Yilan, Hualien dan Taitung. Warna abu-abu dari “batu putih sedang” dan warna putih dari bahan batu termasuk batu marmer, semuanya berasal dari pesisir timur Taiwan.
Pola gambar teraso biasanya menggemakan latar belakang dari pemilik, menampilkan ekspresi yang unik tiada duanya.
Masalah pemasangan teraso yang memerlukan banyak waktu, berdebu dan lainnya sehingga sekarang ini lebih sedikit orang yang menggunakannya.
Seni Yang Luar Biasa Dalam Kuil
Metode pemasangan teraso tidak rumit, tukang batu terlebih dulu mencampurkan kerikil dan mortar dengan perbandingan yang ditentukan, menunggu setelah campuran yang dioleskan mengering sebelum mesin menggiling, dari penggilingan kasir hingga halus, kemudian dirapikan berdasarkan detail, terakhir permukaan dipoles dengan lilin.
Tempat yang paling memungkinan untuk menemukan artistik teraso di Taiwan, tentu saja kuil dengan perpaduan seni tradisionalnya. Lantai, dinding dan meja altar Kuil Koliao Bao'an Tainan. Lantai, pilar dan dinding Kuil Daxian – tempat bersejarah yang ditunjuk di Kota Tainan, serta pilar naga teraso di Kuil Shuangzhong Chiayi…. Semua adalah keahlian klasik dari teraso. Karya-karya ini memadukan keinginan umat dan budaya kepercayaaan Budha dan Taoisme, karena pembuatan yang indah sehingga membutuhkan waktu bertahun-tahun dalam penyelesaiannya. Dari segi pola gambar, selain bentuk geometris yang sering ditemukan, juga ada gambar dengan komposisi bunga, burung, hewan dan kisah Budha serta lainnya. Dari segi bentuk, pekerja menggunakan bahan dalam keadaan setengah kering saat membentuk dan menggilingnya untuk membentuk permukaan bulat melengkung dan garis presisi, merupakan pengerjaan yang penuh keahlian.
Chen Bing-yuan mempraktikkan pembuatan teraso dengan tangan: mortar dan bahan batu dicampur dengan perbandingan 1:2, menanti setelah kering baru digiling, dan setelah dipoles akan berkilau.
Seiring dengan bertambahnya unsur bahan yang ditambahkan dan evolusi estetika, ekspresi yang ditampilkan teraso semakin banyak. Dari lantai tua rumah hunian tradisional, elemen dekoratif kuil sampai ruang komersial, teraso dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita.
Foto: Chen Bing-yuan
Foto: Chen Bing-yuan
Temuan Arah Baru
Sekarang ini, hanya sedikit orang yang memilih teraso untuk lantai rumah tinggalnya. Biar bagaimanapun, waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan teraso dua hingga tiga minggu, tidak dapat dibandingkan dengan keramik yang pengerjaannya hanya membutuhkan waktu tiga hari. Atau mungkin masyarakat modern sekarang ini yang beranggapan efisiensi adalah uang, citra teraso yang dapat tahan lama seratusan tahun adalah pesona ritme kehidupan lambat dan panjang pada masa lalu.
Namun, teraso juga tidak akan pernah musnah. Dibandingkan dengan lantai keramik dan kayu, lantai teraso lebih mudah untuk dibersihkan, tidak mudah terkontaminasi, sehingga banyak pabrik pengolahan makanan dan pabrik pembeku yang mengutamakan keamanan dan kebersihan pangan yang masih menggunakan teraso. Juga karena evolusi kontruksi, pembuatan “batu bata teraso” pracetak di pabrik menjadi populer untuk menggantikan yang sebelumnya hanya dapat dikerjakan di lokasi dengan memakan waktu lama.
Sebagai pengganti bahan batu tradisonal yang menggunakan cangkang kerang dan kaca warna-warni bahkan bahan batu impor; penggunaan resin epoksi sebagai pengganti mortar serta penambahan berbagai bahan lainnya, semua bertujuan untuk memberikan keragaman penampilan dari teraso kontemporer. Beberapa tahun terakhir ini, merek-merek besar terkenal seperti Valentino di Roma, Apple Store dan lainnya mulai mengunakan. Hal ini melambangkan kembalinya teraso dengan dekorasi dan estetika yang berbeda, seperti yang Chen Bing-yuan katakan, “Apakah metode kontruksi ini telah berakhir? Ehh.. masih belum berakhir.”
Gedung Haigang
Gedung yang dulu dikenal sebagai Kantor Pelabuhan Kerja Sama Keelung, merupakan arsitektur bersejarah Kota Keelung. Lantai teraso bergaya barat di bawah pilar bundar dengan garis pemotong tembaga bergambar pola geometris. Karena mesin poles teraso belum diciptakan pada era kolonialisasi Jepang maka bergantung pada pembuatan tangan sehingga ukuran dari bahan batu lebih kecil.
Kuil Baihe Daxian Tainan
Dinding, pilar dan lantai dari Aula Sanbao, Aula Guanyin dan Balairung Utama setelah selesai pemugaran pada tahun 1960-an kebanyakan mempunyai pengerjaan teraso yang menarik, menampilkan pola gambar tumbuhan bunga dan hewan serta kisah tentang Budha Sakyamuni. (Foto: Yeh Jun-li)
Kuil Shuangzhong Chiayi
Pilar batu berukir naga dapat ditemukan dalam kuil-kuil di Taiwan. Namun “pilar naga emas” Kuil Shuangzhong mengadopsi teknik teraso yang langka. Gambar Delapan Dewa dan Panlong (Naga air) yang indah dan halus sangat menakjubkan. (Foto: Yeh Jun-li)
Ruang publik gedung :Perosotan
Chen Bing-yuan membentuk perosotan dengan gelombang besar pada ruang publik di salah satu gedung di Kaohsiung. Permukaan melengkung yang mengilap dan desain permainan warna tanpa pembatas garis tembaga menambah tingkat kesulitan pekerjaan proyek. (Foto: Chen Bing-yuan)
Ruang publik gedung :Pot bunga besar
Tim pekerja yang dipimpin Chen Bing-yuan membangun pot bunga teraso di ruang publik gedung. Permukaan melengkung halus tanpa sambungan, bentuknya seperti batu besar yang dipotong jika dilihat dari jauh, tetapi harga pembuatannya lebih murah.
Rumah tinggal
Chen Bing-yuan merancang gambar bunga Iris Brasil pada sebuah rumah tinggal di Kaohsiung, terinspirasi dari tumbuhan yang ada di taman luar perumahan. Bagian kelopak bunga terbuat dari gilingan kaca warna warni dengan pembuatan lekukan garis tembaga tidak menggunakan cara tradisional dengan tangan, melainkan mengunakan laser untuk memvariasikan ketebalan garis. (Foto: Chen Bing-yuan)
Ruang komersial
Teraso di ruang komersial, demi menghemat waktu, tidak sedikit yang memilih penggunaan beton pracetak (beton precast). Perekat teraso dalam foto tidak menggunakan perekat tradisional mortar melainkan diganti dengan resin epoksi, menampilkan gaya modern yang ringan dan modis.