Mengembalikan Seni Kerajinan Taiwan
Sekolah Seni dan Kerajinan Taiwan
Penulis‧Esther Tseng Foto‧Jimmy Lin
Agustus 2019
有「台灣工藝之父」稱號的顏水龍在《台灣工藝》這本書中,提倡活用台灣原有材料之美,設計符合現代人生活的工藝用品,不但可外銷,也可保持傳統技藝、豐富文化素質。映照這幾年來,有一股強調手作工藝的風潮默默崛起,這一切可以從台灣工藝美術學校的創辦說起。
Yan Shui-long, dalam buku “Formosa Industrial Art”, mendapat predikat sebagai “Bapak Kerajinan Taiwan” karena telah mempromosikan pemanfaatan kreatif bahan-bahan asli dari Taiwan dalam desain produk kerajinan yang disesuaikan dengan gaya hidup zaman sekarang, dengan perpaduan desain artistik dan keterampilan, produk-produk ini tidak saja dapat diekspor ke luar negeri, melainkan juga dapat melestarikan kesenian tradisional dan meningkatkan kekayaan kualitas budaya, serta bermanfaat bagi perekonomian negara.
Terinspirasi dari semangat “Desain kerajinan” Yan Shui-long, dalam beberapa tahun terakhir, penekanan terhadap seni kerajinan tangan perlahan-lahan mulai bangkit, seperti kelas praktek kerajinan yang sedang populer, transformasi industri kerajinan tradisional melalui inovasi, dan lain-lain, semua ini dimulai dari pendirian Taiwan School of Arts & Crafts.
"Pada era Yan Shui-long, kerajinan merupakan kekuatan kestabilan perekonomian desa; sekarang ini, dengan kosa kata jaman sekarang, kebangkitan kerajinan merupakan revitalisasi lokal setempat,” demikian tegas Chen Ming-hui pendiri Taiwan School of Arts & Crafts, pada saat itu Yan Shui-long terus berupaya mempromosikan pendidikan kerajinan Taiwan, sama seperti pada awal ia mendirikan sekolah seni dan kerajinan, “Ia berharap kerajinan Taiwan tidak hanya menjadi barang yang dipamerkan dalam museum, tetapi melalui desain produk yang sarat dengan budaya dan estetika produk tersebut dapat kembali digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia zaman sekarang, serta menciptakan kreativitas lokal untuk menstabilkan perekonomian setempat.”
Pendiri Taiwan School of Arts & Crafts
Chen Ming-hui dengan wajah berjanggut yang tercukur rapi menceritakan alasan ia mendirikan sekolah seni dan kerajinan, yang bermula dari rasa frustrasi ketika bekerja di sektor publik.
Chen Ming-huai yang pernah bertugas pada bagian kerajinan dan seni komunitas suku penduduk asli di Yayasan Seni dan Budaya Nasional, menemukan bahwa industri OEM perkayuan Taiwan memiliki kemampuan yang kuat, dan sempat masuk 3 besar dunia. Sayangnya meskipun desainer muda dapat menghasilkan produk dengan kualitas lebih baik dari standar kualitas Uni Eropa, tetapi tidak ada akses yang memadai sehingga terjerat dalam kesulitan. (OEM atau Original Equipment Manufacturer adalah suatu perusahaan atau organisasi yang merancang dan memproduksi komponen produk atau barang jadi sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan dijual ke perusahaan pembeli)
Untuk membantu pemasaran kerajinan karya desainer muda, tahun 2008 Chen Ming-hui membuka toko bernama “Liv'in Riverside” yang khusus menjual produk kerajinan Taiwan. Dengan menggunakan cara seperti layaknya museum, memperkenalkan dan menjual produk kerajinan Taiwan, hal ini dapat dikatakan sebagai pendahulu “Toko Barang Pilihan Kehidupan”. Namun setelah mulai berhadapan dengan pasar, ia harus menghadapi tantangan ganda, di mana konsumen muda tidak terbiasa dengan produk kerajinan dari bahan-bahan alami seperti bambu, rotan dan lainnya, serta tantangan minimnya pengrajin yang serius.
Dalam pengelolaan bisnis Chen Ming-hui tidak henti-hentinya bereksplorasi, ia melihat kalau ingin memulihkan kerajinan Taiwan tidak bisa hanya dilakukan di tingkat pemasaran saja melainkan juga harus merubah fisik. Pada tahun 2018 Chen Ming-hui memutuskan untuk mendirikan Taiwan School of Arts & Crafts, karena “Penanganan masalah manusia harus dari pendidikan.”
Gagasan dan energi yang terkumpul selama satu dekade, tertuang dalam pendirian sekolah ini, pada saat pertama kali berkolaborasi dengan Pop Up Asia dan 29 merek produk kerajinan, ia langsung membuka 50 kelas kerajinan dan mendapat respon yang sangat baik. Secara kebetulan, dalam silabus tahun ajaran baru tahun 2019 untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kerajinan, Kementerian Pendidikan (MOE) kembali memasukan mata pelajaran kerajinan tangan ke dalam kurikulum.
Mengembalikan Imajinasi Kelas Kerajinan
Dalam silabus tahun ajaran 2019, Kementerian Pendidikan memasukan pelajaran kerajinan tangan yang sudah menghilang selama 9 tahun, menjadikannya sebagai “Bidang teknis” yang terbagi menjadi dua mata pelajaran yang berbeda yaitu informatika dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, kelas kerajinan memiliki waktu khusus dalam bidang teknologi kehidupan sehari-hari dan, menekankan pada pengetahuan praktek, yang lebih lanjut juga dapat membina keterampilan kerajinan.
Seperti Daxi, Taoyuan adalah kabupaten penting produksi meja sembahyang dan perabot rumah tangga kayu, memiliki museum ekologi seni kayu, memberikan bantuan pelatihan bagi para pengajar di sekolah seni dan kerajinan Taiwan, mengatur mata pelajaran, mempromosikan mata pelajaran perkayuan yang sesuai bagi anak-anak di sekolah.
Tetapi, apakah berarti membiarkan anak-anak memegang gergaji, menjadi tukang kayu di sekolah?
Taiwan School of Arts & Crafts mengundang Stephan Johannes Elbracht, pengajar di kelas 5 – 12 pertukangan kayu di sekolah Waldorf, Jerman yang memiliki pengalaman selama 30 tahun di bidang pendidikan pertukangan, ia datang ke Taiwan untuk melatih guru seni ukir. Saat kelas pelatihan dimulai, Stephan menggunakan sebuah “Kapak” untuk membelah kayu, tindakan ini mengejutkan para guru yang ada dalam kelas, tetapi juga mengembalikan pemikiran mereka terhadap pelajaran pertukangan.
Di kelas yang penuh dengan aroma kayu, Stephan mengajak para murid memulainya dengan merasakan aroma dan tekstur serat kayu, memahami nilai dari penggunaan bahan alami untuk membuat produk kerajinan; kemudian dari proses pembuatan sebuah sendok kayu, ia mengajarkan anak-anak untuk mendalami pola dan alur serat kayu yang ada dari punggung sendok kayu.
“Pelajaran pertukangan merupakan mata pelajaran utama di Jerman, tidak seperti di Taiwan yang hanya sebagai mata pelajaran sekunder, dan digunakan untuk bersantai atau dipakai untuk mengejar pelajaran fisika, kimia atau matematika.” Ni Ming-xiang, Direktur Institut Program Pascasarjana Pendidikan Anak-Anak, Taiwan National Chengchi University, yang membantu merancang program ini mengemukakan, “Rancangan kelas pertukangan kayu tidak pada teknik pengajaran, melainkan budaya pengrajin kayu dan budaya mengembalikan kerajinan tangan pada masyarakat Taiwan; pendidikan pertukangan kayu merupakan akar dari pendidikan, fokus utama bukan pada bagian kepala melainkan ‘keterkaitan antara hati dan tangan’.”
Desain adalah Kehidupan
Namun, terpuruknya kerajinan tradisional Taiwan juga memiliki cerita yang sama, yaitu sirnanya para perajin senior, dan produk-produk yang sudah tidak dibutuhkan lagi di era sekarang ini. Kelihatannya sulit untuk mengembalikan tren ini, apakah mungkin membuat perubahan yang nyata melalui desain dengan inovasi baru?
Sebenarnya Taiwan memiliki semakin banyak industri kerajinan yang mencoba berinovasi, desain kreatif, dan berkomunikasi dengan konsumen generasi muda, menciptakan merek dan citra baru produk kerajinan. Salah satu contohnya adalah Lai Hsin-you yang kembali mengambil alih usaha barang pernis (Lakuer atau Shikki – bahasa Jepang) keluarganya.
Lai Hsin-you adalah generasi ketiga usaha keluarga seni barang pernis, Kausan Craft, kakeknya Lai Gao-shan pernah belajar seni barang pernis di Institute for Craft Education di Jalan Ziyou, Taichung milik Yamanaka Tadasu asal Jepang, dengan teknik rumit seribu lapisan membuat barang pernis, seperti poci teh, piring, mangkuk, kotak rokok dan produk lainnya bisa diekspor ke Jepang, dari uang yang diperoleh ia membeli rumah yang sekarang ini dijadikan sebagai gedung peringatan seni, dan mengirim anaknya Lai Zuo-ming ke Jepang untuk menjadi seniman barang pernis.
Namun seni barang pernis sama seperti seni kerajinan tradisional lainnya, karena adanya produk-produk massal dengan bahan plastik, stainless steel dan lainnya sehingga menghantam produk kerajinan tradisional yang membutuhkan banyak waktu dan tenaga dalam pembuatannya. Lai Hsin-you memilih jalan yang diambil kakeknya – kembali pada seni barang pernis dalam produk kebutuhan sehari-hari, dengan memadukan unsur modern dalam desainnya seperti anting-anting lakuer, sumpit perlengkapan makan dan lainnya, untuk mempromosikan barang pernis dalam kehidupan sehari-hari.
“Sekitar 80 dari 100 orang yang tidak pernah membeli barang pernis, bahkan mendengar kata “Pernis” langsung beranggapan pelapis kimia yang biasa digunakan untuk dekorasi”. Setiap akhir pekan Lai Hsin-you mendatangi pasar-pasar di seluruh pelosok Taiwan untuk mempromosikan seni barang pernis, bertatap muka dan berkomunikasi dengan konsumen: “Pernis adalah bahan alami yang diambil dari pohon pernis (Toxicodendron vernicifluum), selapis demi selapis ditumpuk sampai 10 lapisan dan dijadikan sumpit pernis, lembut dan licin, tahan panas dan juga mudah untuk dicuci, tidak mudah berjamur seperti sumpit kayu.” Pada saat yang sama, dengan “Kelas praktek belajar seni barang pernis” Lai Hsin-you membantu konsumen merasakan nilai dan keindahan barang pernis melalui proses pembuatan yang rumit.
Desain Sosial dan Kearifan Kerajinan
Selain Kausan Craft dari Lai Hsin-you, perusahaan perabot kayu Sanhe Wood Art yang telah memiliki sejarah 50 tahun lebih, juga membuka kelas praktek kerajinan kayu, agar muridnya dapat merasakan sendiri pemahatan lubang, mengetahui kekuatan yang digunakan untuk sambungan dengan ketebalan kayu yang ada, membuat laci bangku, meja keyboard atau kotak perhiasan, merasakan nilai dari produk kerajinan kayu, juga dapat mempromosikan desain yang sesuai dengan gaya hidup sekarang ini.
Chen Ming-hui merasa, banyak industri kerajinan tradisional bertransisi menjadi industri pelayanan yang berdasarkan kecerdasan, nilai dari produk tidak lagi berada pada produk bersangkutan, melainkan bergantung pada teknologi dan keterkaitan dengan kebudayaan setempat. Ia yakin melalui upaya dalam sistem pendidikan dapat membuat kerajinan Taiwan memiliki masa depan. “Mungkin setelah 10 tahun, ketika sang anak memberitahukan orang tuanya kalau ia ingin menjadi tukang kayu, sang orang tua akan mengatakan keputusan tersebut sangat baik sekali.” Chen Ming-hui yang berharap untuk memulai perubahan dari dunia pendidikan, sambil tersenyum mengambil kesimpulan yang sama seperti gagasan “Desain kerajinan” yang ditekankan oleh Yan Shui-long, ia berharap sebuah solusi jangka panjang dapat ditemukan menggunakan pengetahuan desain kerajinan, memperbarui struktur dalam kehidupan kita.