Kilas Balik Taiwan dari Indonesia yang Tengah Membangun Ronson Tseng Wujudkan Impiannya di Indonesia
Penulis‧Lung Pei-ning Foto‧Ronson S.S. Tseng
Juni 2017
印尼雅加達機場正在興建第三航廈,泗水、茂物、萬隆等城市中如雨後春筍般冒出的現代化的大樓,連年高攀的經濟成長率,明顯讓人感受到印尼的榮景。各地如火如荼地大興工程帶動建材市場蓬勃發展,在其中總能看到GRC Board的品牌,而這是來自台灣的曾學嵩胼手胝足27年載的成果。
Pembangunan Terminal 3 untuk Bandara Soekarno Hatta di Jakarta tengah berlangsung; Gedung-gedung baru berdesain modern juga terlihat bermunculan laksana ‘Rebung yang bersemi sehabis hujan’ di Surabaya, Bogor dan Bandung; Prosentase pertumbuhan ekonomi nasional mengalami peningkatan beruntun dalam beberapa tahun terakhir, semua kenyataan ini mampu membuat orang lain turut merasakan kemajuan Indonesia.
Jumlah pembangunan yang terus bertambah, sudah tentu akan turut menggerakan roda industri usaha bidang bahan bangunan. Kini Pusat Perbelanjaan dan Sekolah juga menggunakan bahan bangunan yang diproduksi oleh Ronson Tseng.
Jumlah pembangunan yang terus bertambah, sudah tentu akan turut menggerakan roda industri usaha bidang bahan bangunan. Dari sekian banyaknya perusahaan terkait di Indonesia, terlihat merek “GRC Board”, yang merupakan hasil kerja keras pengusaha Taiwan Ronson S.S. Tseng selama 27 tahun sejak pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia.
Perbedaan Sistim dan Budaya
Perekonomian kawasan Asia berkembang pesat pada era tahun 1970 an, Taiwan berhasil mendapatkan julukan sebagai salah satu dari “4 Naga Kecil Asia”. Justru pada saat itulah, Ronson dilahirkan dan dibesarkan di dalam semua situasi yang dipandang baik di masa depan. Usai Wajib Militer, ia bergabung masuk ke dalam perusahaan keluarga yang bergerak di bidang bahan bangunan. Saat itu, Ronson memprediksi di balik kecepatan pertumbuhan yang tengah berlangsung, akan menyebabkan kenaikan harga bahan baku dan penurunan jumlah kebutuhan pasar domestik, sehingga akan mempengaruhi masa depan perusahaan keluarganya. Ronson mulai melakukan pengkajian tentang upaya dan kemungkinan usaha dagang di luar negeri.
Dengan mempertimbangkan harga bahan baku yang relatif lebih murah dan dapat menurunkan biaya operasional secara keseluruhan, maka pada tahun 1990 Ronson akhirnya menginjakkan kakinya di Indonesia dengan penuh harapan masa depan. Takkala dirinya masih penuh semangat untuk menapakkan langkah pertama bagi usahanya di negeri orang, Ronson malah terhadang oleh berbagai sistim dan kenyataan di lapangan, misalnya perbedaan kebudayaan, bahasa yang tidak dimengerti, peraturan pemerintah yang asing baginya, tidak mengetahui keunikan pasar setempat, waktu proses dagang yang lamban dan panjang, hingga kebiasaan pemilihan bahan baku. Semua perbedaan yang ada, baru ia rasakan sepenuhnya kurang lebih 5 tahun silam.
Kala itu “Papan Tripleks” merajai pasar bahan bangunan di Indonesia. Sementara pabrik Ronson yang memproduksi “Papan fiber semen”, sebuah jenis produk papan berlapis yang baru, bahkan namanya sendiri juga tidak pernah terdengar di Indonesia. Awalnya Ronson berharap dapat menggunakan kesempatan produk baru untuk dapat masuk melangkah ke dalam pasar Indonesia. Namun karena harga bahan baku yang lebih tinggi, pasar konsumen tidak dapat menerimanya. Kerugian tahunan beruntun, sempat membuat dirinya mempertimbangkan niat untuk kembali pulang ke Taiwan.
Jumlah pembangunan yang terus bertambah, sudah tentu akan turut menggerakan roda industri usaha bidang bahan bangunan. Kini Pusat Perbelanjaan dan Sekolah juga menggunakan bahan bangunan yang diproduksi oleh Ronson Tseng.
Pelajaran Bisnis Pertama: Belajar Bahasa
Untungnya saat dihadapkan kepada pilihan berat, Ronson selalu mengambil sikap mempertahankan dan bersikeras. Dengan memilih menetap, dan harus menyesuaikan diri, maka hal pertama yang ia pelajari adalah Bahasa Indonesia. Sebelumnya Ronson hanya memiliki 2 pegawai Indonesia, yang salah satunya adalah keturunan Tionghwa asal Riau yang menjadi satu-satunya andalan Ronson dalam penerjemahan. Ia sadari dengan mengandalkan penerjemahan dari bahasa dialek hokkian ke bahasa Indonesia, kerap makna yang disampaikan hanya tersisa 40% saja, sehingga semakin memotivasi dirinya untuk belajar bahasa Indonesia.
Ia berbagi tips tentang “Memaksa diri untuk belajar”. Pelajaran Bahasa Indonesia dimulai dengan mempelajari hal yang paling mendesak yakni angka, karena semua proses negosiasi harga hingga nota kwitansi penjualan membutuhkannya. Selanjutnya Ronson mempelajari kata-kata yang dipergunakan dalam sistim pengelolaan pabrik dan sarana prasarana. Baru kemudian memasuki bidang percakapan sehari-hari, ia berpendapat semakin banyak kosa kata yang dimiliki akan mampu memperpanjang waktu perbincangan.
Berada dalam lingkungan yang serba berbahasa Indonesia, mempercepat proses pembelajaran bahasa bagi Ronson setiap hari, terlebih-lebih dengan kesibukan yang tidak meluangkan dirinya untuk ikut dalam kelas bahasa pada umumnya. Sebaliknya, ia hanya dapat beli koran dan belajar sendiri, sembari membaca koran ia pelajari juga setiap kosa kata yang ada. Awalnya dengan keterbatasan kosa kata, ia hanya mampu membaca walau tidak dimengerti. Ia mengawali pembacaan koran dengan halaman yang disukainya yakni olahraga, otomotif dan properti. Selain membaca dan mempelajari isi artikel, bagian iklan promosi juga tidak pernah dilupakannya.
Setelah tinggal merantau selama 27 tahun di Indonesia, berkomunikasi tidak lagi menjadi masalah baginya, yang ia sayangkan hanya masih terdengar logat asing saat berbicara, sehingga dengan mudah langsung diketahui jika ia bukan penduduk setempat. Ronson menyarankan bagi yang berminat melakukan investasi atau bekerja di Indonesia, dapat mengikuti berbagai kelas bahasa yang dibuka oleh universitas, dan benar-benar mempelajari teknik pengucapan bahasa Indonesia yang benar dan resmi.
GRC Board Merek Produk Setiap Keluarga
Perusahaan Bangun Perkasa Adhitama Sentra merupakan perusahaan yang dirintis sendiri sejak awal, dimana arti nama perusahaan itu sendiri adalah pusat perkembangan pembangunan yang dilandasi dengan keteguhan hati.
Ronson yang memiliki nalar wawasan pasar konsumen, tidak dikalahkan dengan berbagai rintangan di awal masa jalannya perusahaan, dimana ketidaktahuan tentang kebutuhan pasar dalam negeri terus berlanjut dengan kerugian beruntun. Dalam hatinya ia berpikir jika hasil produk papannya memenuhi standar negara maju yang mementingkan kualitas bahan bangunan yang anti api, kedap suara dan tahan lembab, sehingga ia mengalihkan produknya menjadi kategori produk ekspor.
Krisis Moneter Asia tahun 1997 yang memporak-porandakan perekonomian di negara-negara di Asia Tenggara, juga menjatuhkan nilai rupiah secara drastis sehingga banyak pelaku investor ke Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar. Melemahnya mata uang negara setempat, akan memberikan keuntungan bagi para pelaku usaha ekspor seperti yang dilakukan oleh Ronson Tseng. Sehingga sejak tahun 2000, perusahaannya yang merugi berubah menjadi untung.
Hal lain yang memberikan pengaruh besar adalah peraturan pemerintah yang membatasi penggunaan bahan baku kayu. Tahun 1999 Presiden Gus Dur melakukan perbaikan peraturan bahan bangunan, yang dimaksudkan untuk memperlambat proses hilangnya hutan. Bahan baku kayu menjadi semakin sulit untuk diperoleh, dan berlanjut dengan kenaikan biaya produksi dan secara perlahan akan kehilangan daya saingnya di pasar. Para perusahaan kontraktor bangunan segera mencari bahan material pengganti papan tripleks, dan baru mulai dapat menerima jenis papan yang anti api yang dulu ditawarkan oleh Ronson. Dalam waktu singkat, produk merek GRC Board segera memainkan peran unik namun penting dalam industri bahan bangunan.
Perusahaan yang dibangun oleh Ronson bukan saja hanya merupakan yang pertama di Indonesia, namun juga merupakan perusahaan satu-satunya yang memproduksi Papan Fiber Semen yang bermerek sendiri. Jika sebelum tahun 2000, produk GRC Board masih mengutamakan pasar ekspor, maka setelah tahun 2000 telah berubah menjadi pemenuhan kebutuhan pasar domestik. Kini hanya sekitar 10% hasil produk yang diekspor, dan sisanya untuk kebutuhan Indonesia sendiri. Jumlah distributor yang tersebar di seluruh dunia mencapai 9 ribu perusahaan, dan merek GRC Board kini juga telah menjadi salah satu merek produk bahan bangunan yang dikenal namanya di Indonesia.
Sistim Distributor Bonus dan Loyalitas
“Kesuksesan merek produk GRC Board ada pada 3 unsur, yakni produk memenuhi kriteria kebutuhan pasar, masuk di tahap awal dan pembangunan jaringan distributor yang terintegrasi” , tutur Ronson.
Berbeda dengan sistim yang biasanya digunakan oleh perusahaan asing yang hanya mampu melakukan penjualan lewat perusahaan distributor, Ronson menggunakan sistim di Taiwan sebagai pola dasar, kemudian dipadukan dengan insentif lainnya. Ia menjelaskan bahwa Taiwan menganut pada pola pasar penjual, dimana distributor berperan mengontrol pabrik. Di Indonesia ia melakukan perubahan dari pola pasar pembeli menjadi pola pasar penjual, dimana perusahaan yang utama akan memiliki semua data informasi berkenaan dengan perusahaan distributor dan kondisi kesiapan masing-masing perusahaan hilir dan muara yang diperlukan selama proses produksi. Semua itu berfungsi untuk mengurangi beban biaya untuk pengiriman berulang dan kerusakan selama proses pengiriman dilakukan, kepastian kondisi di masing-masing titik lokasi produk, agar dapat menghindari kasus penjualan barang secara pribadi tanpa tercatat.
Kesuksesan dalam sistim distributor, tidak saja hanya membangun perusahaan distributor itu sendiri, namun juga membangun jaringan yang loyalitas, dimana semua ini tentu juga akan membangun rasa percaya di antara semua pihak. GRC Board memiliki jaringan distributor yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Setiap tahun Ronson menggelar Kegiatan Penganugrahan Tahunan di lokasi yang berbeda, dengan turut mengundang para pelaku distributor dari berbagai wilayah, dan jumlah peserta yang hadir tercapai puluhan diri orang. Ronson juga merancang program penyemangat bagi distributor, dengan menggunakan jumlah total penjualan tahunan sebagai skala ukur nilai index yang dicapai oleh distributor, dan dapat menukarkannya dengan hadiah. Dengan bahagia Ronson mengungkapkan setiap tahunnya harus mempersiapkan 100 buah mobil truk, 200 motor, lemari es dan lainnya sebagai hadiah untuk para distributor.
Kegiatan Pertemuan Tahunan selain berfungsi untuk bertukar pendapat antar distributor, juga menjadi momen penting pembahasan masalah yang dihadapi oleh distributor dan bersama dengan perusahaan pusat mencari jalan pemecahan masalah. Hal ini mampu memberikan perasaan layaknya dalam satu keluarga, mengurangi perselisihan dan membangun lingkungan yang kondusif untuk operasional perusahaan di kedepannya.
Ronson Tseng memiliki pengalaman berusaha di Indonesia hampir 30 tahun, sempat merasakan pahit getirnya berbagai kejadian, dimana proses perjalanannya bagaikan orang yang minum air, hanya diri sendiri yang mengetahui dingin hangatnya setiap bagian proses. Ia kerap berbagi pengalaman kepada orang lain, saat memasuki pasar yang berbeda maka bahasa yang akan menjadi kunci utama. Jika telah berhasil mempelajari bahasa Indonesia, maka ia yakin akan terbuka jendela pintu yang baru bagi siapapun, karena dapat segera segera berkomunikasi, negosiasi hingga mengirimkan pesan secara langsung. Bahasa juga menjadi media jembatan untuk mampu memahami kebudayaan setempat. Kini tengah bertiup trendi Asia Tenggara, namun untuk dapat saling mengenal hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar terjun di dalamnya, maka hubungan tali silahturahmi baru dapat terus terjalin sepanjang masa.
Setelah tahun 2000, GRC Board menjadi pelopor bahan bangunan anti api
Distributor GRC Board tersebar di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Foto ini adalah salah satu Kegiatan Penganugrahan Tahunan yang diselenggarakan di Bandung
Awal kedatangan Ronson di Indonesia masih harus mengandalkan penerjemah untuk berkomunikasi, setelah belajar keras beberapa tahun, kini ia telah mampu melakukan percakapan dengan orang lain.