Ketua Kehormatan Federasi Pengusaha Taiwan Indonesia Ke Chao-chih
Penulis‧Lee Xiang-ting Foto‧Ke Chao-chih
Desember 2016
身兼印尼與亞洲台灣商會聯合總會名譽總會長的柯昭治,深根印尼萬隆超過30年,他經營紡織廠、印花染布廠、成衣廠、自有品牌設計,一條龍發展紡織布料事業,近年更投資麝香貓咖啡莊園,致力麝香貓復育,多次獲得印尼總統頒獎肯定,他白手起家的故事,是許多台商南向發展的寫照。
Ke Chao-chih yang memiliki pabrik pencelupan kain Xing Nan bersama Kementerian Perindustrian Indonesia dan Federasi Tekstil dan Serikat Tekstil menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan karyawan.
Ke Chao-chih selaku ketua kehormatan Federasi Pengusaha Taiwan di Indonesia dan Benua Asia, selama 30 tahun lebih menapakkan kakinya di Bandung, ia mengelola pabrik tekstil, pabrik pencelupan kain, pabrik pakaian jadi, memiliki design merek sendiri, mengembangkan usaha tekstil dari hulu hingga ke hilir, beberapa tahun terakhir ini ia melakukan investasi di perkebunan kopi luwak dan upaya pembudidayaan luwak telah beberapa kali mendapat apresiasi dari Presiden Republik Indonesia, kisah perjuangannya merupakan gambaran dari kebanyakan pengusaha Taiwan yang mengembangkan usahanya ke arah Selatan.
Kota Bandung, ibukota Jawa Barat, kota terbesar ketiga di Indonesia yang sejuk dengan sumber air yang berlimpah menjadi alasan mengapa banyak pengusaha Taiwan yang mengembangkan usaha ke arah Selatan menempatkan landasan bisnis mereka di kota ini.
Dalam upaya mencari upah tenaga kerja yang lebih rendah, sejak awal, pengusaha tekstil berbondong-bondong pindah ke luar Taiwan, banyak pengusaha Taiwan yang mendirikan pabrik mereka di Bandung, Indonesia. Begitu pula dengan Ke Chao-chih yang akrab dipanggil dengan sebutan “Bapak Ke” pada tahun 1981, juga mengikuti gelombang arus ke Indonesia, saat itu ia dipercayai sebagai kepala pabrik di sebuah pabrik tekstil besar. 30 tahun yang lalu, pembangunan Indonesia masih terbelakang, kehidupan rakyat serba berkesusahan. Bagi pengusaha dan kader Taiwan gigih mengembangkan sayap usaha di sana, kebanyakan dari mereka harus hidup hemat mengikuti pola hidup masyarakat setempat.
Ke Bai-xiang, putra kedua Ke Chao-chih selain mengelola pabrik tekstil ayahnya, ia juga melakukan investasi industri pariwisata, membuka lembaran baru bagi industri tradisional keluarganya.
Fokus Tekstil Pada Pasar Domestik
Agar suatu hari nanti dapat berkarier membuka usaha sendiri, Ke Chao-chih berupaya membina koneksi dan relasi di Indonesia, mengumpulkan modal, beradaptasi dengan berlatih bahasa Indonesia, setelah memiliki pengalaman selama 10 tahun sebagai kepala pabrik, Ke Chao-chih memutuskan untuk mendirikan pabrik tekstil sendiri di Bandung. Awalnya ia menitikberatkan pada pasar ekspor, namun terjadi hal yang tidak diharapkan, tahun 2002 pasar Daratan Tiongkok mulai dibuka, hal ini sangat berpengaruh pada pesanan ekspor, Ke Chao-chih melihat adanya peluang bagus dari jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar, untuk itu ia membanting haluan merubah strategi bisnis ke arah permintaan pasar domestik.
“Indonesia berpenduduk 240 juta jiwa, kebutuhan domestik sangat kuat, menjalankan bisnis di tempat ini mengutamakan kepercayaan, menjaga kualitas produk.” Demikian penuturan Ke Chao-chih, ia kemudian mulai menceritakan kisah hidupnya pada masa itu, meskipun tidak terhitung pengalaman pahit yang dialaminya seperti mogok kerja, pabriknya kebakaran dan lainnya. Di usia lebih dari 70 tahun, ia selalu menyampaikan hal tersebut dengan sekilas, jiwa sanubari Taiwan yang tekun dan giat, selalu berupaya mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi, bahkan di era diskriminasi etnis Tionghoa masa pemerintahan Presiden Soeharto, ia berpegang teguh terus mempertahankan kepercayaan konsumen di pangsa pasar Indonesia.
Sekarang area dari pabrik tekstil Ke Chao-chih seluas 1,5 hektar, dengan seratus lebih ragam produk tekstil, dari bahan kain untuk selimut, pakaian jadi, sepatu olah raga dan juga jilbab untuk kaum Muslim, Ke Chao-chih pernah memproduksi jilbab terbuat dari bahan lycra yang elastis, mengandung material ringan dan mengkilap, sempat menjadi produk favorit pasar jilbab Indonesia. Saat ini rata-rata produksi yang dihasilkan pabrik keluarga Ke, dalam satu bulannya mencapai hampir 600 ton kain, dengan omset bulanan mencapai NTD 10 juta lebih, 90% dari pemasukkan berasal dari pasar domestik Indonesia.
Ke Chao-chih berkeyakinan penuh dengan pasar Indonesia, ia menyampaikan, semua orang pasti membutuhkan sandang, oleh karena itu pabrik tekstil dapat berkembang di tempat dengan populasi penduduk tinggi, ia juga mengajak kedua anaknya setelah mereka menyelesaikan wajib militer lalu mencari pengalaman bekerja di pabrik tekstil di Taiwan, kemudian barulah mengikuti jejak langkah ayahnya, berkarir di Indonesia.
Ke Bai-xiang, putra kedua Ke Chao-chih selain mengelola pabrik tekstil ayahnya, ia juga melakukan investasi industri pariwisata, membuka lembaran baru bagi industri tradisional keluarganya.
Pengusaha Generasi Penerus Kedua
Anak pertama, Ke Bai-quan 16 tahun lalu hijrah ke Indonesia, 8 tahun yang lalu membuka pabrik pencelupan kain dan garmen, berkat bantuan istrinya, Chang Yu-qing, berhasil meluncurkan merek pakaian sendiri yang disukai penduduk setempat, memproduksi 3 merek produk diantaranya pakaian bayi dan anak-anak, pakaian jadi perempuan dan selimut, meneruskan rangkaian kesatuan bidang usaha ayahnya.
Ke Bai-quan dengan bahasa Indonesia yang fasih berkomunikasi dengan para kepala pabrik, juga kerap kali mengirim pesan SMS melalui telepon genggam dengan menggunakan tulisan bahasa Indonesia. Ke Chao-chih menyampaikan, 99% dari karyawan yang bekerja di pabrik adalah penduduk lokal, dengan filsafat bisnis berfokus pada berbagi keuntungan usaha, saat ini anaknya sudah mampu bertanggung jawab mengoperasikan pabrik pencelupan kain, setiap bulan menghasilkan kain sepanjang 5 juta yard, panjang ini setara dengan melingkari Taiwan sebanyak 4 kali. Yang paling membanggakan adalah pengolahan air limbah pencelupan kain telah memenuhi standar peraturan pemerintah. Saat ini ada lebih dari 30% air limbah dapat didaur ulang, di masa mendatang akan mempersiapkan lahan dan peralatan pengolahan air limbah, diharapkan untuk pembuangan air mampu memenuhi standar 70%.
Ke Bai-quan berstatus sebagai generasi kedua pengusaha Taiwan, selama 16 tahun bekerja dengan teliti dan pragmatis, menjelajahi daerah-daerah dan merek baru di luar, sedangkan adiknya Ke Bai-xiang selain mengelola pabrik tekstil ayahnya, ia juga melakukan investasi industri pariwisata, membuka lembaran baru bagi industri tradisional keluarganya.
Pabrik Ke Bai-xiang memproduksi beragam bahan kain baru, di antaranya telah menerima pesanan dari perusahaan bermerek internasional memesan bahan kain untuk sepatu olah raga seperti NIKE, Adidas, New Balance dan lainnya. Semua pihak perusahaan yang bekerja sama dengan Ke Bai-xia meminta agar setiap bahan kain olahan yang dihasilkan sebelum dikirim keluar, wajib melakukan pengetesan produk. Untuk itu pabriknya juga menyediakan ruang khusus uji coba produk, terdapat sederetan mesin peralatan uji coba sepatu merek ternama, benar-benar berstandar. Ke Bai-xiang begitu antusias dalam mengembangkan kerja sama dengan merek internasional karena ia berharap pemesanan tidak dikekang oleh satu faktor saja, tindakan pencegahan menyediakan payung sebelum hujan yang ia lakukan malah menciptakan peluang pasar baru bagi usaha keluarganya.
Presiden Tsai Ing-wen juga pernah secara pribadi mengunjungi pabrik milik Ke Chao-chih.
Perkebunan Kopi Budidaya Luwak
Ke Bai-xiang yang berani menerima tantangan, beberapa tahun lalu membeli lahan tanah perkebunan kopi seluas 336 hektar pada ketinggian 1.500 meter, lokasi bersebelahan dengan Gunung Berapi Malabar, produk biji kopi Arabica yang dihasilkan berkualitas tinggi, melalui proses buah kopi setelah dimakan luwak sampai dikeluarkan feses (kotoran), menghasilkan buah kopi beraroma harum unik, beberapa tahun ini kopi luwak menjadi popular, saat ini harga jual 1 kilogram kopi luwak sudah melebihi USD800,-.
“Tahun 2015, bertepatan dengan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, setelah melalui pemeriksaan sangat ketat, kopi kami berhasil lolos, terpilih sebagai kopi yang disuguhkan pada pemimpin-pemimpin dari berbagai negara untuk mencicipinya, bahkan hingga sekarang ini sudah 3 tahun dinobatkan sebagai kopi terbaik dan mendapatkan keyakinan dari presiden Republik Indonesia.” Demikian kata Ke Chao-chih. Dalam perkebunan keluarga Ke juga dibangun pusat pembudidayaan luwak dengan rumah sakit hewan berlisensi, di satu sisi menanam kopi pada sisi lain membudidayakan luwak, dapat dipastikan produk yang dihasilkan tidak dengan cara paksa memberikan luwak makan, melainkan luwak yang dilepaskan setelah beradaptasi dengan kehidupan alam bebas, saat ini telah membudidayakan lebih dari 120 ekor luwak dan hampir seratus ekor luwak yang telah dilepaskan ke alam bebas.
Tanah dataran tinggi menghasilkan biji kopi berkualitas, Lin Chia-chi, istri Ke Bai-xiang sendiri-lah yang mengeringkan biji kopi, setiap tahunya mampu menghasilkan hampir 4 ton kopi, dan tahun 2014 mulai dipasarkan ke Taiwan dengan harga per gram antara NTD1800 hingga NTD3000, bahkan telah bekerja sama untuk jangka waktu panjang dengan butik café Museum Chimei dan butik café lainnya, Ke Bai-xiang yang sangat memperhatikan ekosistem juga merencanakan membuka perkebunan pariwisata seluas lapangan sepak bola, agar semakin banyak orang yang datang dan mereka tidak hanya sekedar minum kopi, tetapi turut merasakan keindahan alami restorasi ekologi.
Pada mulanya Ke Chao-chih tidak sepenuhnya setuju dengan keinginan anaknya Ke Bai-xiang investasi dalam bidang perkebunan kopi, keinginan untuk mengembangkan usaha sampingan dikarenakan Ke Bai-xiang melihat adanya keterbatasan usaha tekstil terhadap valuta asing, ia pernah dalam satu bulan mengalami defisit bernilai setara dengan 4 buah mobil Mercedes Benz karena adanya fluktuasi kurs valuta asing. Sebaliknya, kopi memiliki pasar mendunia, juga dapat diekspor ke Taiwan. Untungnya, ia memiliki perspektif investasi yang tepat, sekarang ini perkembangan usaha perkebunan kopi berjalan stabil, mendapatkan keyakinan dari ayahnya Ke Chao-chih, juga sebuah catatan gemilang lain bagi investor Taiwan di Indonesia.
Ke Chao-chih mengemukakan, saat ini ada lebih dari 10 ribu pengusaha Taiwan di Indonesia, dengan nilai investasi melebihi USD15,3 milyar, menciptakan lebih dari 1 juta kesempatan kerja, merupakan investasi asing terbesar ke-9 di Indonesia. Pada tahun-tahun awal pengusaha Taiwan yang berinvestasi ke arah selatan harus bekerja keras, namun semangat tinggi orang Taiwan berkembang di pelosok Asia Tenggara, seperti sekarang ini, generasi kedua pengusaha Taiwan menciptakan lembaran baru bagi usaha keluarganya. Keluarga marga Ke dengan semangat pengembangan yang berkelanjutan, kedua putranya meneruskan usaha yang telah dibangun di Indonesia, selaku ketua kehormatan federasi pengusaha Taiwan ia selalu memberikan pelayanan pada para pengusaha Taiwan di Indonesia, berharap kekuatan industri yang telah dibangun pengusaha Taiwan di negara rantau dapat memberikan dukungan dan kekuatan bagi perekonomian Taiwan.
Ke Bai-quan (kiri bawah), putra pertama Ke Chao-chih, di pabrik percetakan kain membantu menyelesaikan masalah mesin dan membimbing standar prosedur kerja mesin kepada karyawannya. (foto : Ke Chao-chih)