Pengusaha Taiwan di Indonesia Wujudkan Impian Budidaya Ikan Laut Ramah Lingkungan
Penulis‧Teng Hui-chun Foto‧Tsai Wen-shiung
April 2017
1986年蔡文雄赴印尼發展,至今已30個年頭了,他創立的Lucky Samudra在2011年拿到瑞士生態市場研究所(IMO, Institute for Marketecology)機構頒發的AquaGAP有機養殖認證,不僅是印尼首家取得認證的業者,蔡文雄也終於實現以自然環保方式,養出健康、安全魚貨的心願。
Tsai Wen-shiung pertama kali menjajaki dunia usaha di Indonesia pada tahun 1986. Ia mencetus Lucky Samudra pada tahun 2011 dan berhasil mendapatkan sertifikat budidaya organik AquaGAP dari Institute for Marketecology (IMO) Swiss. Tidak hanya menjadi orang pertama di Indonesia yang berhasil mendapatkan sertifikat tersebut, namun Tsai Wen-shiung juga berhasil mewujudkan impian budidaya perikanan yang alami, sehat dan aman untuk dikonsumsi.
“Saya tidak berani dipanggil sebagai Presdir Tsai, saya adalah seorang nelayan baru, panggil saja Misai”
“Kata Misai diberikan oleh salah satu teman asal Malaysia, yang berarti jenggot kucing dalam Bahasa Melayu Kuno. Jenggot putih yang tumbuh di sekitar sudut mulut kucing memiliki fungsi untuk mendeteksi makanan. Kucing suka makan ikan, sementara saya bergerak dalam industri budidaya hewan laut, dan cara pengucapan kata Misai sedikit mirip dengan kata marga Tsai, selanjutnya orang-orang pun memanggil saya Misai.
Tutur kata yang bersahaja, memulai perkenalan dengan Tsai Wen-shiung dan sumber daya laut.
Perusahaan Lucky Samudra yang dikelola Tsai Wenshiung, mampu mendapatkan sertifikat pengakuan budidaya laut organic AquaGap dari Institute for Marketecology (IMO) Swiss.
Lahir dari keluarga pertambakkan
Keluarga Tsai Wen-shiung berlatar belakang usaha tambak. Jika menelusuri lebih jauh ke masa saat Koxinga berhasil mendarat lewat pelabuhan kecil di Lacquymoy, Tainan, kala itu keluarga Tsai ditunjuk sebagai penjaga pos keamanan laut. Jaman dahulu hanya ada ultimatum militer tanpa bekal, sehingga leluhur Tsai memulai usaha tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Bertambak butuh benih, sementara saat itu benih ikan hanya dapat diperoleh di Daratan Tiongkok. Karena era itu belum maju, maka penduduk setempat hanya menggunakan bambu yang dilumuri dengan minyak Tung sebagai wadah untuk menaruh benih ikan.
Setelah tahun 1949, iklim politik antar selat berubah. Keluarga Tsai berpindah mencari benih ikan di Jepang, sembari belajar budidaya ikan yang baru di sana. Jepang mulai mementingkan perlindungan ekosistem di tahun 1960, 1980 an. Hal ini berlanjut dengan pengurangan lahan tambak di darat dan mulai mengembangkan pertambakan di atas laut. Sistim budidaya ikan di atas laut mengacu kepada pengembalian habitat ikan yang alami, tidak menggunakan senyawa non organik apapun dalam upaya pengembangannya. Prinsip budidaya yang menjamin keamanan untuk dikonsumsi oleh manusia adalah impian lama ayah Tsai Wen-shiung, dimana gagasan budidaya ini akhirnya berhasil diwujudkan oleh Tsai Wen-shiung.
Pulau terbentuk dari karang yang tumbuh menjorok ke atas laut, dimana tercipta kondisi selisih jarak 3 meter dari tepi pulau, kedalaman air laut telah menjadi 25 meter. Hal ini memudahkan proses pemberian makan, budidaya dan pengawasannya.
Budidaya berjala kotak di atas laut
Karena suhu iklim perairan Taiwan kerap menghadapi perubahan yang drastis, ditambah dengan kawasan perairan Barat yang datar dan kawasan perairan Timur yang terlampau terjal, membuat Tsai Wen-shiung memutuskan untuk memulai usahanya di luar negeri.
Usaha budidaya Tsai Wen-shiung pertama kali dilakukan di Sabah, Malaysia. Namun karena kondisi pasir tanah Malaysia termasuk tua dan kerap bertimbun sampah di atasnya usai hujan, menaikkan kandungan asam tanat dalam air. Kondisi air seperti demikian memudahkan perkembangan ganggang laut, sehingga mempengaruhi penyediaan oksigen dalam laut serta berefek negatif untuk budidaya laut yang ada. Selang 4 tahun kemudian, Tsai Wen-shiung akhirnya melepaskan usahanya.
Tsai Wen-shiung memutar lokasi usaha ke Indonesia pada tahun 1986. Ia menemukan bahwa industri perikanan Indonesia sangat bervariasi, bahkan masih belum perlu melakukan budidaya ikan. Saat itu jumlah kapal nelayan asal Taiwan yang menjala ikan di perairan Indonesia mencapai lebih dari 1.000 kapal. Tsai Wen-shiung memulai usaha barunya sebagai nelayan, dan menjala ikan tuna selama 15 tahun. Karena penjalaan hewan laut yang berlebihan, menyebabkan penurunan kualitas yang sangat dratis, dimana sebelumnya ikan tuna yang ditangkap mampu mencapai 55 kg per ekornya, namun telah menyusut menjadi 30 kg per ekornya. Hal inilah yang kembali membangkitkan impian yang dipendam lama, Budidaya Laut.
Pada tahun 2003, ia membeli setengah pulau di kawasan perairan Utara Jakarta dengan dana sebesar lebih dari US$ 900 ribu. Tsai memasang jala berbentuk kotak di sekitar perairan pulau dan mulai melakukan budidaya lautnya. Suhu rata-rata tahunan Indonesia sekitar 25°-30° Celcius, sementara suhu air sekitar 27°-30°, tanpa perlu mengkhawatirkan badai Taifun, Tsai menyebut bahwa perairan Indonesia sangat cocok untuk industri budidaya laut. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi pulau untuk budidaya laut adalah kualitas air, arus laut dan kondisi geografis lainnya. Selain itu Tsai juga menitikberatkan efisiensi upaya pengadaan barang konsumen. Pulau kecilnya terletak dekat dengan Jakarta, terbentuk dari karang yang tumbuh menjorok ke atas laut, dimana kondisi ini menciptakan beda kedalaman air hanya cukup dengan selisih hitungan beberapa meter saja. Terhitung jarak 3 meter dari tepi pulau, maka kedalaman air laut telah menjadi 25 meter. Hal ini tentu akan sangat memudahkan proses pemberian makan, budidaya dan pengawasannya.
Bagian lain yang penting dalam budidaya laut adalah proses manajemen, antara lain: Rancangan sistim pemberian makan, pemeriksaan medis kesehatan dan pencegahan penyakit ikan, pendataan perkembangan hasil budidaya per kwartal, pembersihan jala ikan setiap selang 14 hari, dan pemantauan terhadap resiko yang berkemungkinan terjadi. Tsai Wen-shiung mengandaikan pemeliharan bibit ikan bagaikan mengasuh bayi yang harus dilakukan selama 24 jam sehari. Banyak jenis ikan yang termasuk binatang malam, sehingga pemberian makan juga dilakukan pada malam hari. Karena bibit ikan mudah terjangkit penyakit, maka pemberian makanan juga harus diatur secukupnya saja. Tsai menemukan bahwa ikan juga memiliki emosional khusus, sehingga perhatian yang diberikan oleh Tsai baru dapat memberikan hasil yang baik. Semua yang disebutkan Tsai, juga dapat ditemukan dalam berbagai laporan riset. Semua usaha dapat terus diperbaiki, demikian juga dengan dunia budidaya laut masa kini yang terus menumpuk pengetahuan baru.
Manajemen perikanan juga menjadi satu bagian yang penting, dimana setiap sudut dan bagian memiliki kemungkinan timbul permasalahan yang akan mempengaruhi hasil budidaya.
Sertifikat budidaya organik AquaGap Swiss
Tsai Wen-shiung berpendapat bahwa budidaya laut di masa depan harus membutuhkan pengakuan dunia internasional, jika tidak maka hasil budidaya tidak dapat diekspor masuk ke pasar Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Untuk itu Tsai menggunakan sumber daya alam Indonesia yang kaya dan beragam, memadukannya dengan ilmu perikanan saat menjadi mahasiswa jurusan perikanan di National Taiwan Ocean University (NTOU), menciptakan sistim budidaya sealami mungkin dan ramah lingkungan. Perusahaan Lucky Samudra yang didirikannya, berhasil mendapatkan sertifikat pengakuan budidaya organik AquaGap dari Institute for Marketecology (IMO) Swiss. Tsai juga menjadi orang pertama di Indonesia yang berhasil meraih sertifikat pengakuan tersebut. Pabrik pengolahan makanan yang dimilikinya juga mengikuti standar sistim pengawasan keamanan makanan HACCP dan termasuk dalam kategori makanan baik GMP. Produk makanan hasil olahannya memiliki catatan informasi yang lengkap, agar mampu memberikan jaminan keamanan bagi para konsumen.
Adapun pasar utama untuk Perusahaan Lucky Samudra adalah Jepang dan Amerika. Hubungan yang terjalin lama dengan konsumen Jepang, turun menambah kepercayaan para koki setempat terhadap hasil produk Tsai Wen-shiung. Restoran Sushi Tai Koo saat melakukan ekspansi usaha ke Indonesia, juga melakukan kerjasama dengan Tsai Wen-shiung, berhasil membuka restoran pertama pada tahun 2015 dan yang kedua di tahun 2016. Tsai Wen-shiung kerap berbagi pengalaman tentang pasar besar Indonesia. Dengan berbekal sertifikat AquaGap, Tsai lebih percaya diri dalam mencoba membuka pasar Eropa.
Tsai Wen-shiung menganggap bahwa Taiwan memiliki keunggulan dalam bidang budidaya, termasuk proses pengadaan dan pengembangan bibit ikan.
Impian nelayan masa kini
Tren pasar masa depan adalah pabrik berbasis dunia dan mempunyai sertifikat pengakuan internasional. Karena lahan di Taiwan kecil, banyaknya jumlah pengusaha budidaya lokasinya berdekatan, memudahkan penyebaran bibit penyakit dan lingkungan habitat sehat sulit untuk terjaga. Taiwan memiliki keunggulan teknologi budidaya dan sumber daya manusianya. Lengkap dengan sistim metode operasional budidaya, maka Taiwan hanya tinggal mencari lokasi pengembangan yang strategis dan baik saja. Tsai member contoh program perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah Norwegia, dimana pemerintah memainkan peran sebagai pusat riset dan pengembangan gen ikan, para pengusaha berperan sebagai pelaksana lapangan. Jika menemukan keganjilan dalam proses budidaya, baik karena penyakit atau tumbuh di luar kontrol, maka pemerintah yang akan menanggung semua kerugian nelayan, dan menggunakan hasil budidaya yang gagal tersebut sebagai bahan riset penelitian lebih lanjut. Dengan kebijakan seperti demikian, maka pemerintah memiliki pertumbuhan sistim kerja yang paling cepat, efektif dalam pencegahan penyakit, tidak perlu khawatir mengenai kebocoran rahasia riset yang dimiliki dan mengontrol semua data analisis gen bibit ikat berkualitas terbaik.
Tsai Wen-shiung memberikan saran agar pemerintah dapat mendukung program pengembangan ilmu teknologi, sehingga mampu menciptakan hasil riset bibit ikan yang baik, efektif dalam pencegahan penyakit dan dapat berkembang dengan cepat. Dengan bibit yang baik seperti demikian, maka para pengusaha Taiwan juga bisa menggunakannya untuk membuka industri budidaya di perairan negara lain. Hal ini mengingat jumlah tenaga kerja yang banyak di negara lain, harga lahan yang lebih murah, keunggulan teknologi pengusaha Taiwan, maka dapat menciptakan sebuah rangkaian ekonomi yang baru, menghasilkan ikan yang baik dan aman untuk dimakan oleh pasar dunia.
Setelah berpetualang selama 30 tahun di luar negeri, usaha tambak ikan bawal yang dimilikinya malah tidak dapat lolos dalam peraturan perijinan impor ke Taiwan. Tsai menghela nafas dan berkata, “Bibit ikan yang saya beli dari Taiwan dan menggunakan pakan produk Taiwan, malah hasil budidaya yang ada tidak dapat dijual ke Taiwan.”
Selaku nelayan masa kini, Tsai Wen-shiung selalu mengedepankan sistim pemeliharan yang sehat dan alami, ia tidak menyukai pemikiran “Manusia lebih pandai dari Yang di Atas”. Tsai percaya dengan hukum sebab akibat dunia, dimana manusia harus bisa hidup dan menyesuaikan diri dengan alam, yang juga menjadi sebuah prinsip hidup dirinya sendiri.