Belajar Berkesinambungan dari Laut
Lindungi Keanekaragaman Hayati Laut Taiwan
Penulis‧Lynn Su Foto‧Lin Min-hsuan Penerjemah‧ Farini Anwar
Februari 2023
Lautan Taiwan sarat dengan spesies ikan kepe-kepe (butterflyfish) dan Chaetodontoplus septentrionalis, sesuai dengan sebutan “Kerajaan Ikan Kepe-kepe” yang diberikan.
海天一色共存的美麗島嶼,不分時代與族群,是我們對台灣的第一印象。雖然受限於科技,過去的人類並不曉得,除了地上走獸、空中飛禽,台灣的海底世界又是何其珍貴的美麗。
Kesan pertama kami akan Taiwan adalah pulau indah yang menyajikan kehidupan bersama tanpa membedakan generasi dan etnis budaya. Meskipun karena keterbatasan teknologi orang-orang pada zaman dulu tidak mengetahui bahwa selain hewan-hewan yang berjalan di darat dan unggas yang dapat terbang di langit, dunia bawah laut Taiwan juga memiliki warisan keindahan yang sangat berharga.
Apa yang menjadi keunikan lautan luas Taiwan sehingga menarik orang-orang untuk datang kembali dan kembali lagi? Kami mendatangi Academia Sinica, menemui ahli Iktiologi dalam negeri Taiwan Shao Kwang-tsao untuk mengajukan pertanyaan ini.
Keelokan dunia yang sangat berharga di dasar laut Taiwan. (Foto: Kyo Liu)
Taiwan, Pulau dengan Kekayaan Ragam Ekosistem
Terdapat banyak spesies langka yang tersebar di perbatasan wilayah lautan Taiwan, demikian jelas Shao Kwang-tsao, penyebab utamanya adalah Taiwan terletak pada posisi puncak ujung utara “Segitiga Terumbu Karang” (juga disebut sebagai “Kepulauan Hindia Timur”) yang memiliki keanekaragaman hayati laut paling banyak di dunia; bersamaan dengan itu juga merupakan tepian dari Lempeng Eurasia dan landas benua, sehingga memiliki dua lingkungan lautan yang dalam dan landasan benua; bersamaan dengan itu merupakan perbatasan lempengan Eurasia dan landas kontinen yang memadukan lingkungan lautan dalam dan landas kontinen; dan lagi karena posisinya berada pada tiga lintasan arus Kuroshio, Laut Timur, dan Laut Selatan sehingga menghasilkan fungsional dari “Ekoton” dengan kekayaan ragam ekosistem.
Selain banyak dan rumitnya perubahan yang terjadi di perairan Taiwan, perbedaan pada arus laut, geologis, kedalaman dan suhu air serta lainnya juga memberikan pengaruh yang berbeda pada ekosistem dari terumbu karang, hutan bakau, terumbu batu, pasir dasar laut, lamun, ventilasi hidrotermal, laguna, laut dalam dan lainnya. Tingkatan habitat yang berbeda juga mendatangkan spesies yang berbeda, karena itu pada garis pantai Taiwan yang panjangnya hanya 1.600 km saja telah menyumbangkan 1/10 spesies ikan yang dikenal di dunia.
Ahli Iktiologi Taiwan, Shao Kwang-tsao adalah pelopor yang mempromosikan konservasi laut Taiwan.
Masalah Konservasi Kelautan Dunia
Tiga perempat dari permukaan bumi ini adalah lautan yang mengatur iklim bumi dan kehidupan manusia. Makhluk hidup di lautan juga merupakan sumber nutrisi penting bagi manusia yang ada di dunia ini. Selain itu, sejak revolusi industri, bertambahnya populasi manusia di bumi, kemajuan dari metode penangkapan ikan, perubahan iklim dan unsur-unsur lainnya, sehingga dalam waktu sekejap krisis yang dihadapi makhluk hidup laut menjadi lebih besar dibandingkan dengan makhluk hidup di darat.
Ahli Biologi Kelautan kelahiran Prancis, Daniel Pauly mengusung konsep “The Ocean's Shifting Baseline” pada tahun 1995, yang mengungkapkan meskipun temuan-temuan penelitian terus meningkatkan jumlah organisme laut, tetapi sebenarnya banyak populasi spesies yang mengalami penurunan. Memang jika dibandingkan dengan waktu singkat 10 tahun, mungkin tidak akan terlihat, tetapi selang 20 – 30 tahun bahkan setengah abad kemudian, maka dapat ditemukan pengurangan populasi yang cepat dan besar, ibarat perumpamaan “katak dalam air mendidih”, manusia tidak menyadari bencana yang akan segera terjadi.
Kawasan Konservasi Laut Cara Sederhana, Ekonomis dan Efisien
Beragam metode konservasi laut, seperti mempromosikan kebijakan pembatasan penangkapan ikan, panduan “makanan laut berkesinambungan”, konsep “Sato Umi” dan lainnya, serta pekerjaan rehabilitasi dengan menempatkan terumbu buatan, pelepasan benih dan sebagainya. Namun dari eksplorasi dan eksperimen jangka panjang selama puluhan tahun dari tiap-tiap negara didapati bahwa dengan larangan penangkapan ikan secara menyeluruh pada “Kawasan Konservasi Laut”, disingkat menjadi KKL, merupakan cara paling efisien dan sederhana dalam mempromosikan konservasi laut. Mulai dari penelitian spesies ikan sampai sebagai pelopor standar konservasi laut, Shao Kwang-tsao memprakarsai konservasi laut selama 30 tahun lebih, ia menjelaskan: penetapan KKL sebenarnya adalah konservasi “habitat biota laut”, “ KKL layaknya modal yang disimpan di bank.” Dengan meningkatnya populasi spesies ikan, maka akan mengalir keluar ke daerah yang tidak dilindungi secara alami, sehingga para nelayan dapat menangkapnya, hal ini sesuai dengan prinsip pemanfaatan berkelanjutan.
“Target 11” dalam Target Keragaman Hayati Aichi yang ditetapkan pada tahun 2010 di bawah Konvensi Keanekaragaman Biologis, mengharuskan agar 10% wilayah lautan dan pesisir dunia dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi pada tahun 2020. Dan ditingkatkan perbandingannya menjadi 30% pada tahun 2030, agar tidak terlalu terlambat. Taiwan juga berharap dapat meloloskan “Undang-Undang Konservasi Laut” pada akhir tahun 2022, agar Kawasan Konservasi Laut dapat ditetapkan dan dikelola berdasarkan hukum.
Wakil Direktur National Museum of Marine Science and Technology (NMMST) Lin Ching-hai yang lahir di Keelung, adalah promotor penting dari berdirinya kawasan konservasi Chaojing.
Area Demonstrasi Pendidikan Kelautan Teluk Wanghaixiang
Namun perencanaan Kawasan Konservasi Laut dan larangan penangkapan ikan lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan, yang mana hal ini tidak saja memerlukan perumusan kebijakan dari pemerintah dan bukti ilmiah dari akademisi, terlebih jika terdapat bentrokan dengan rencana hidup para nelayan, bagaimana meyakinkan para nelayan agar bersedia untuk bekerja sama, ini merupakan kunci dari keberhasilan atau bahkan kegagalan dari langkah yang diambil.
Larangan menangkap ikan secara keseluruhan pada Area Demonstrasi Pendidikan Kelautan Teluk Wanghaixiang di Keelung resmi diberlakukan pada tahun 2016, merupakan sebuah langkah penting bagi konservasi laut Taiwan. Mengapa memilih Teluk Wanghaixiang? Penelitian Shao Kwang-tsao memperlihatkan bahwa karakteristik ekologi laut Taiwan dapat dibagi dalam dua wilayah utama, dengan garis yang terbentang dari timur laut Su’ao hingga ke barat daya dari empat pulau di selatan Penghu. Badouzi Keelung tempat Teluk Wanghaixiang berada merupakan area pertemuan antara arus hangat Kuroshio dengan arus dingin di sepanjang pesisir Daratan Tiongkok, sehingga menjadikan zona intertidal ini kaya akan keanekaragaman hayati dari kedua jenis arus tersebut. Menurut catatan dari pengamatan para nelayan dan penyelam di masa lampau, siput laut Thecacera Pacifica (yang dijuluki “Pikachu” oleh para penyelam) telah menarik kekaguman dari ribuan penyelam di sekitar Okinawa, begitu pula dengan kuda laut Hippocampus spp dan hewan-hewan laut fantasi lainnya juga meninggalkan jejaknya di sini; Bersamaan dengan itu Teluk Wanghaixiang juga menjadi tempat pemijahan bagi cumi-cumi sirip besar (Sepioteuthis lessoniana)
“Apabila suatu lautan memiliki salah satu dari 3 kondisi yaitu keanekaragaman hayati, keunikan atau menjadi tempat pemijahan, maka sudah memenuhi persyaratan untuk dijadikan Kawasan Konservasi Laut, Teluk Wanghaixiang memiliki ke tiga ini.” Demikian penjelasan Chen Li-shu, kepala Divisi Kerjasama
Industri – Akademi Museum Nasional Sains & Teknologi Kelautan (National Museum of Marine Science & Technology/NMMST).
Keberhasilan dari kawasan konservasi Chaojing juga karena dukungan dari para nelayan setempat, bahkan turut berpatroli bersama Penjaga Pantai untuk mengawasi penangkapan ikan ilegal.
Kemenangan Indah dari Pertarungan Demi Laut
Teluk Wanghaixiang dengan total luas 250 hektar, tetapi sebagai lahan perintis, Pemerintah Kota Keelung menetapkan 15 hektar sebagai lahan demonstrasi, apabila berhasil maka secara bertahap akan diperluas. Namun untuk mendapatkan lautan seluas 15 hektar ini juga bukanlah hal yang mudah.
Wakil Direktur National Museum of Marine Science and Technology (NMMST) Lin Ching-hai yang lahir dari keluarga nelayan di Keelung, sempat manjabat sebagai Direktur Department of Economic Affairs Pemerintah Kota Keelung. Ia sejak kecil menyaksikan ribuan kapal nelayan berkumpul memadati pelabuhan perikanan Zhengbin, dibandingkan dengan industri perikanan yang terpuruk sekarang ini, membuatnya memahami pentingnya konservasi laut.
Melalui ketekunan tanpa putus asa melakukan komunikasi dan koordinasi dengan para nelayan selama 6 tahun, telah membangkitkan hubungan emosional penduduk setempat dengan laut, serta perasaan bangga akan tanah setempat, bahkan tidak sedikit nelayan yang sepakat untuk bersama-sama berpatroli dengan “armada perlindungan lingkungan” menertibkan penangkap iklan ilegal; Juga menggelar kegiatan “membersihkan laut”, mengerahkan seribu lebih sukarelawan dan keluarga nelayan untuk membersihkan sampah di lautan, membangkitkan kesadaran konservasi melalui partisipasi warga.
Selain itu, Pemerintah Kota Keelung memperlihatkan niat baiknya, dengan tidak hanya melarang penggunaan jaring insang dalam radius 500 meter dari garis pantai, tetapi juga menyediakan dana subsidi untuk mendaur ulang jaring penangkap ikan tersebut dan mendorong agar nelayan ke cara penangkapan ikan lainnya.
Oleh karena itu perencanaan kawasan konservasi Chaojing ini dapat dikatakan adalah kemenangan yang indah berkat kerja sama antara Pemerintah Kota Keelung, National Taiwan Ocean University, nelayan, sukarelawan, dan juga warga setempat, perwakilan rakyat, media, akademisi, industri, pemerintah, peneliti serta lainnya.
Di National Museum of Marine Science and Technology (NMMST) berdekatan dengan kawasan konservasi Chaojing, pengunjung dapat menyaksikan pemandangan bawah laut melalui kamera di bawah air.
Keindahan Laut Bagi Generasi Selanjutnya
Pada tahun lalu (2021), setelah melalui masa istirahat dan pemulihan selama beberapa tahun, penghentian sementara sebagai tempat wisata internasional, rehabilitasi untuk kawasan Chaojing telah memperlihatkan hasil, selama satu tahun telah menarik lebih dari 90 ribu orang wisatawan datang, dan papan nama “Chaojing”kembali terpoles, tetapi untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan setempat karena banyaknya arus manusia, maka tidak ada pilihan lain dari pemerintah kota selain mempertimbangkan pengendalian jumlah pengunjung, tetapi situasi sekarang ini merupakan pengalaman dari banyak negara lainnya, yaitu asalkan pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dengan baik, maka tidak hanya dapat memulihkan kembali hayati, bahkan juga dapat menggerakkan industri dan ekosistem di sekitarnya, serta tidak bertentangan dengan peluang untuk pengembangan ekonomi.
Konservasi laut merupakan tugas yang sangat mendesak, tetapi untungnya sementara ini masih banyak spesies laut yang bertahan hidup, untuk itu seharusnya masih ada waktu menyelamatkan mereka, selain itu seiring dengan mengakar kuatnya pendidikan lingkungan, meningkatnya pengetahuan tentang kelautan dan kesadaran konservasi generasi baru, apabila semua orang dapat bergabung bersama untuk terjun dalam kegiatan konservasi, menjadikan masa-masa krisis “Generasi sebelumnya memungut kerang, generasi berikutnya memungut sampah” sebagai pelajaran dari kesalahan masa lalu, maka pulau yang indah di tengah lautan luas dapat terus diwariskan kepada generasi berikutnya.
Belut laut Moray
(Leopard moray eel)
Apel laut
(Sea apple/ Pseudocolochirus)
Kuda laut Bargibant (Hippocampus bargibanti)
Siput laut Thecacera Pacifica