Cita Rasa Masa Lalu
Kisah Lobak Hitam Kering
Penulis‧Esther Tseng Foto‧Jimmy Lin Penerjemah‧Maria Sukamto
April 2025

Pemilik Chenjie Farm, Liu Mei-hsia membuat hunkue lobak hitam kering, sebuah kudapan segar di musim panas.
Makanan seperti apa yang menganut kebijakan kuliner kuno tetapi tetap disukai oleh para pencinta boga modern? Penulis boga Hsu Zong, yang berkomitmen untuk mempromosikan budaya kuliner Taiwan, menetapkan empat kriteria: pertama, harus tahan disimpan pada suhu ruangan; kedua, semakin lama disimpan, semakin bernilai; ketiga, memiliki keterkaitan mendalam dengan budaya kuliner lokal; dan keempat, mencerminkan karakteristik unik suatu kelompok masyarakat. Salah satu jawabannya adalah lobak hitam kering, yang juga dikenal sebagai lao cai pu (lobak tua), layak menyandang kehormatan tersebut.
Tim dari majalah Taiwan Panorama mengunjungi “Chenjie Farm” ladang agrikultur Chenjie di Distrik Longtan, Kota Taoyuan, barisan guci tanah liat bersinar di bawah hamparan terik matahari. Pemilik ladang, Liu Mei-hsia, berkata sambil tersenyum, “Saya membuat banyak lobak kering ini karena seorang petani mitra salah dengar, pesanan 10.000 kati didengar sebagai pesanan sebanyak 100.000 kati lobak.”
Kesalahan yang Indah, Proses Penyempurnaan Diri
Liu Mei-hsia, yang telah bekerja di industri percetakan dan penjilidan selama lebih dari 30 tahun, menceritakan awal mula kejadian ini. Pada tahun 1996, karena kelelahan hingga jatuh sakit, ia mulai memperhatikan asal-usul makanan yang dikonsumsinya. Di Hengchun, Pingtung, ia menemukan “sawi pahit yang terlihat tua tapi terasa lembut saat dimakan”, yang sangat cocok sebagai bahan dasar pembuatan sayur asin. Ia juga menemukan lobak yang ditanam di tanah merah, yang menjadi sangat manis dan segar karena paparan sinar matahari Hengchun dan hembusan angin gunung yang kuat.
Dulu, Liu Mei-hsia sering menyiapkan makanan untuk lebih dari 60 karyawan. Bahan makanan yang tersisa seperti bawang bombai dan mentimun ia olah menjadi acar. Ia sangat bangga dengan teknik pengawetannya, “Saya sering mengundang para pakar dari berbagai lapisan masyarakat untuk ‘berduel’ membuat acar plum perilla dan tahu fermentasi.” Setelah menemukan bahan berkualitas di Hengchun, ia pun memutuskan untuk bermitra dengan petani lokal dan memesan 10.000 kati lobak guna membuat lobak kering.
Namun tak disangka, saat pengiriman, petani mengatakan bahwa pesanannya adalah 100.000 kati. Kedua pihak berpegang teguh pada klaim masing-masing. Petani bahkan berkata, “Orang Taipei memang suka mengingkari janji.” Untuk menjaga nama baik orang Taipei, ia dengan terpaksa menerima 100.000 kati lobak tersebut.
“Petani kecil yang mencabut 100.000 kati lobak dengan tangan biasanya harus pergi ke dokter karena kelelahan, apalagi kami yang harus mencuci dan mengasinkan lobak itu, hampir gila kami dibuatnya, untung sekali kami mempunyai latar belakang pekerja pabrik.” Cerita Liu Mei-hsia mengenang masa lalu yang membuat siapa pun yang mendengarnya tersenyum.
Ia pun menjadikan kesalahan itu sebagai peluang dan mulai mengasinkan 100.000 kati lobak setiap tahunnya, hingga kini ia memiliki lebih dari 1.600 guci “harta karun hitam”, kerja keras di masa lalu kini menjadi warisan kebanggaan.

Peneliti Boga Hsu-Zong beranggapan bahwa lobak hitam kering adalah salah satu ikon penting dalam dunia kuliner tradisional Taiwan.
Kehalusan Garam, Fermentasi Gula
Panen lobak Hengchun biasanya terjadi 45 hari setelah Festival Pertengahan Musim Gugur. Liu Mei-hsia mencuci ribuan kati lobak putih hingga bersih, lalu mengasinkannya dengan garam kasar selama lima hari. Sekitar 50 kati lobak membutuhkan 3 kati garam, yang ditambahkan secara bertahap per 2 kati atau 1 kati garam, lalu kedua kalinya, kadar garam disesuaikan dengan tingkat kelunakan lobak. Setelah itu, lobak dimasukkan ke dalam guci tanah liat dan difermentasi dengan gula selama delapan bulan.
Kira-kira pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, ia akan mengeluarkan lobak untuk dijemur di bawah sinar matahari. Ia menekankan bahwa jika dijemur selama lima hari berturut-turut, lobak bisa gosong kepanasan. “Bagaimana menjaga lobak tetap ‘hidup’? Mungkin dengan menjemurnya selama tiga hari dulu, lalu menyimpannya selama dua hari sebelum dijemur lagi selama dua hingga tiga hari dengan mengamati perubahan kadar airnya.” jelasnya. Cara menata lobak saat dijemur juga penting. Lobak harus diletakkan berdampingan agar kelembapan terkonsentrasi, agar tetap lembut. Jika terlalu renggang atau direntangkan sepenuhnya, lobak bisa terlalu kering dan menjadi “lobak mati”.
Setelah dijemur, lobak langsung disimpan dalam guci untuk menyerap energi alam. Liu Mei-hsia mengatakan, meskipun hasil dari setiap guci mungkin tidak terlalu sama, tetapi setelah tiga tahun, lobak berubah menjadi lobak hitam kering, dengan sari lobak berwarna merah kopi. Lobak hitam yang berusia sepuluh tahun mengeluarkan kilauan hitam berminyak. Saat dipotong dan dimakan, teksturnya lembut dengan rasa manis-asin yang harum, bahkan dapat menyegarkan tenggorokan.
Metode Liu Mei-hsia dipuji sebagai karya seni oleh Ketua Asosiasi Interaksi Kuliner, Hsu Zong. Ia beranggapan, “Pengasinan dengan garam membentuk tekstur, sementara fermentasi gula memberikan kelezatan mendalam. Lobak kering fermentasi gula buatan Liu Mei-hsia memiliki cita rasa seperti ubi manis madu.” Hsu Zong merekomendasikan lobak hitam kering berusia tiga tahun ini untuk dikombinasikan dengan arak ubi hasil fermentasi Heng Chi Distillery di Taoyuan. Kombinasi ini menjadi produk populer di toko bahan makanan premium sebagai hadiah.

Bahan makanan sederhana dapat menghasilkan rasa yang elegan melalui proses waktu.
Nilai Perjalanan Waktu, Rasa Lokal
Hsu Zong, yang telah meneliti, menjelajahi, dan mengoleksi lobak kering selama lebih dari satu dekade, menjelaskan bahwa tujuan utama pengawetan mencakup empat aspek yaitu pengasapan, pengasinan, pengeringan, dan fermentasi. Contohnya seperti bahan makanan arak, keju, dan lobak kering. Namun, mengapa lobak kering dianggap sebagai cita rasa khas Taiwan?
Bahan makanan sederhana dapat menghasilkan rasa yang elegan melalui proses waktu, seperti lobak tua (lao cai pu). Hsu Zong menjawab, “Hanya Taiwan, yang terletak di garis balik utara, memiliki sinar matahari pada lintang ini yang bisa menciptakan rasa unik.” Pernyataan ini terdengar romantis, tetapi ia menjelaskan lebih jauh bahwa sinar ultraviolet matahari memengaruhi enzim fenol dalam lobak, menghasilkan rasa khas. Lobak juga secara alami mengandung sulfur yang memiliki sifat antibakteri, tetapi kadar airnya sangat tinggi. Setelah dikeringkan dan mengalami transformasi enzim fenol, serta fermentasi oleh bakteri asam laktat di udara, lobak tersebut berubah menjadi cita rasa khas Taiwan.
Ketika ditanya lebih lanjut, Hsu Zong mengungkapkan bahwa ia memiliki koleksi lobak tua berusia 140 tahun. Namun, ia segera menambahkan, “Usia lobak kering lebih didasarkan pada kepercayaan karena tidak ada metode ilmiah atau sertifikasi resmi untuk membuktikannya.”
Banyak cerita beredar tentang lobak tua, seperti yang ditemukan di bawah tempat tidur nenek, mirip dengan kue teh Pu’er berusia puluhan tahun, lobak hitam, yang terlihat seperti arang, berubah menjadi “emas hitam”, tetapi tidak sedikit pula produsen yang mempercepat proses fermentasi menggunakan suhu tinggi untuk menghasilkan lobak hitam instan.
Menurut Hsu Zong, lobak kering hanya dapat dianggap “tua” jika diasinkan dengan garam, melalui fermentasi mikroorganisme yang beragam, dan dibiarkan selama minimal tiga tahun.

Pemilik Chenjie Farm, Liu Mei-hsia, berkat suatu kesalahan ucap, menciptakan harta karun hitam baginya.

Setiap setengah tahun mengecek warna dan tingkat fermentasi lobak hitam kering.

Lobak kering tua Chenjie Farm yang berusia 10 tahun, memancarkan warna minyak kehitaman, lentur dengan aroma manis dan asam, seperti asinan. Guci kanan usianya lebih muda, terlihat warna kristal garam.
Cerminan Identitas dan Tradisi Komunitas
Hsu Zong berpendapat bahwa produk fermentasi mencerminkan sifat suatu komunitas. Sebagai contoh, kimchi Korea, dengan cita rasa asam, pedas, dan tajam, mencerminkan kepribadian orang Korea yang kuat dan tegas. Lalu, bagaimana dengan Taiwan? Karakter orang Taiwan lebih lembut dan elegan, seperti sup ayam dengan lobak kering. Bahan sederhana yang terlihat biasa saja mampu memberikan kelezatan yang luar biasa setelah dimasak.
Hsu Zong berpendapat bahwa perbedaan antara kelompok etnis dapat dilihat dari metode pengasinan dan bentuk lobak kering.
Berdasarkan pengamatannya, meski tidak selalu akurat, ia menggunakan pendekatan statistik sederhana dari kunjungannya ke banyak petani. Sebagai contoh, masyarakat Hakka sering menggunakan lobak kering sebagai bahan makanan sehari-hari, seperti tumis lobak dengan lemak babi, isian untuk bakcang Hakka, atau kue beras ketan mugwort (ai ban), penggunaannya dalam hidangan sehari-hari jauh lebih banyak dari suku Minnan. Sementara itu, masyarakat Minnan lebih sering menggunakan lobak kering untuk sup atau hidangan rebus sebagai pelengkap nutrisi.

Roda Rasa Lobak Hitam
Menurut Hsu Zong, rasa dan aroma lobak kering berbeda pada era yang berbeda, berbeda, tergantung pada jenis lobak dan tahun pembuatannya. Misalnya, koperasi pertanian Qingxin Friendly Agriculture Production Cooperative di Gongguan, Miaoli, memproduksi “lobak merah kering” yang unik dengan menggunakan varietas lobak Hong Guniang dari perusahaan benih Know-You Seed.
Ia menyarankan untuk membuat versi sederhana dari “roda rasa lobak kering.” Misalnya, pertama-tama identifikasi rasa asin: apakah keasinannya halus seperti garam meja, tajam seperti ham, atau khas seperti kecap asin?
Selanjutnya, nilai tingkat keasaman dan rasa manis alami, dipertimbangkan berdasarkan aroma yang kita rasakan dalam keseharian, mengingat proses fermentasi lobak menyebabkan protein terurai menjadi asam amino, yang kemudian bereaksi dengan gula melalui reaksi Maillard, sehingga kemungkinan bisa menghasilkan rasa manis seperti dendeng, kulit jeruk kering, kecap, atau acar, kombinasi dari semua rasa ini ada dalam lobak kering.
Mengambil contoh lobak tua (lao cai pu), untuk menjadikan usia sebagai standar nilai yang dapat dipercaya, perlu ditentukan terlebih dahulu kadar garam dan jumlah mikroba oleh pihak ketiga yang independen, serta disertifikasi oleh pencicip bersertifikat.
Hsu Zong berharap dapat mendorong pembentukan “Akademi Rasa Taiwan” di masa depan, mirip dengan sistem yang ada untuk sommelier anggur, ahli minyak zaitun, dan pencicip cuka. Dengan meniru metode Parmigiano-Reggiano, di mana tingkat kematangan dikelompokkan berdasarkan usia fermentasi, ia ingin menciptakan mekanisme komersial yang dapat dipercaya, memberikan arah baru bagi makanan tradisional Taiwan.

Nasi kukus dengan sentuhan rasa lobak hitam kering, memberikan aroma yang penuh sensasi.

Membuat tumisan aneka sayur dengan tambahan lobak kering hitam menjadi pelengkap yang luar biasa.